Perang Pemikiran (Ghazwul Fikri), Bagian ke-2
Rubrik: Fiqih Dakwah | Oleh: Amang Syafrudin, Lc - 11/01/10 | 08:00 | 24 Muharram 1431 H
- Ada 1 komentar
- 8771 hits
4 email
2. Faktor Eksternal
a. Berasal dari musuh utama umat manusia yaitu syaitan dan iblis.
Kecemburuan iblis terhadap Adam sangat besar sekali dan dia tidak suka dengan prestasi dan kelebihan yang telah Allah berikan kepada Adam as. Ketika Adam dan istrinya diperintahkan oleh Allah untuk menempati surga dengan fasilitas yang mewah dan sempurna. Makanlah sesuai dengan kehendakmu tetapi Allah menguji Adam dan janganlah engkau dekati pohon ini, lalu kamu nanti termasuk orang-orang yang zhalim. Saat itulah kesempatan syaitan masuk untuk melakukan sebuah proses untuk menyesatkan Adam dengan cara was-was memberikan ide yang membuat Adam ragu dengan targetnya adalah agar kehormatan keduanya itu terlepas.
Di antara bentuk penyesatan yang dilakukan oleh syaitan juga adalah pembentukan opini. Kata syaitan, tidaklah Tuhan kamu berdua melarang kamu dari pohon ini kecuali kamu bakal menjadi malaikat atau kamu akan termasuk orang-orang yang kekal. Keduanya akhirnya terjebak tertipu oleh rayuan iblis itu. Target yang dikehendaki iblis itupun terwujud. Kemudian nabi Adam dan istrinya memetiki dedaunan surga untuk dibuat pakaian untuk menutupi kehormatan. Saat itulah Allah memanggil keduanya, bukanlah Aku larang kalian berdua dari pohon itu dan Aku katakan bahwa syaitan adalah musuh yang nyata. Ini merupakan akar ghazwul fikri, bahwa syaitan itu merupakan pengganggu pertama untuk senantiasa menciptakan opini yang menyesatkan dan dia pun mencoba mendidik syaitan-syaitan di kalangan manusia untuk menyesatkan manusia dengan cara seperti itu. Dan perlu dipastikan bahwa kemampuan syaitan hanya sebatas memberikan ide dan gagasan, mengajak dan propaganda, tidak lebih dari itu. Seperti dalam surat 14 ayat 22, bagaimana pengakuan syaitan kelak di hari kiamat, syaitan hanya mengajak dan Allah telah memberikan peringatan.
b. Adanya pertempuran antara haq dan bathil yaitu keimanan dan kekufuran.
Salah satu pelajaran berharga bagi umat Islam adalah “Perang Salib”, yang menggunakan berbagai dimensi pertempuran, politik, ekonomi, dan perang di tataran keagamaan. Musuh-musuh Islam menggunakan berbagai macam cara, mereka itu dari berbagai macam kelompok yaitu orang-orang yang tidak beragama, atheis, Yahudi, musyrikin, nasrani dan munafik. Ulama menyatakan: apapun jenisnya kekufuran itu merupakan satu pokok ajaran. Mereka bersatu padu untuk membangun satu kesepakatan dan konspirasi yang selanjutnya mereka menggunakan berbagai macam sarana:
- Sarana informasi, ide, dan gagasan pemikiran sampai kepada tingkat pemojokan, istilah saja yang memojokkan umat Islam sudah cukup banyak, contoh: fundamentalisme.
- Berbagai macam cetakan, buku, majalah, media cetak, dikuasai oleh mereka.
- Berusaha membangun image yang mewah dalam kehidupan ini, berbagai kemewahan senantiasa ditawarkan dalam kehidupan manusia sehingga kita semakin cinta dunia dan melupakan akhirat.
- Berbagai klub, organisasi, kelompok-kelompok, diciptakan dengan berbagai aspek dan dimensi terutama dalam bidang entertainment, termasuk juga olahraga yang seharusnya untuk menyehatkan fisik, kini telah disulap menjadi komoditi yang menyita berbagai macam perhatian manusia. Bahkan banyak di antara manusia yang berani mengorbankan puluhan juta, ratusan bahkan milyaran rupiah demi hobi dalam olahraga, contoh: golf, automotif. Walau semua olahraga, tetapi kalau hampir menyita kekayaan manusia sementara meninggalkan aspek-aspek yang sangat prioritas dalam kehidupan manusia yaitu membantu kesejahteraan orang-orang yang miskin yang sudah dilupakan.
Al Ghazwul fikri banyak sekali aspeknya dan itu bisa dibaca dan dikembangkan nanti dalam sejumlah buku. Karena orang-orang sangat menekuni aspek ini sehingga lahirlah apa yang disebut Al Musytasyrikun (kelompok orientalis) sampai di antara mereka dalam proses ghazwul fikri menghafal Al Qur’an, mempelajari sejumlah hadits-hadits nabi saw, bahkan menghafal ribuan hadits. Mereka bukan saja menghafal Al Qur’an juga menguasai tafsir-tafsir Al Qur’anul karim. Bertahun-tahun mereka belajar, kursus bahasa Arab, hanya karena untuk melicinkan kemenangan mereka di tataran pemikiran ini. Kalau sudah itu yang terjadi apalagi alasan umat Islam untuk tidak mendalami nilai-nilai Islam.
Seharusnya kitalah yang memiliki kemampuan serta keinginan kuat seperti itu. Semakin kita memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalam Al Qur’an, semakin kita dekat dengan Kitabullah dan sunnah Rasul saw, untuk prinsip-prinsip itu akan kembali kita kuasai. Pada akhirnya kepercayaan diri umat ini akan mengangkat diri kita tidak lagi merasa menjadi orang-orang yang lemah. Tetapi kita berhasil bangkit dengan keunggulan dan kompetensi yang kita miliki. Kelebihan-kelebihan yang telah Allah anugerahi dengan anugerah Al Qur’an dan sunnah Rasulullah saw, pada saat itulah kita akan menghadapi berbagai jenis pertempuran apapun yang direkayasa dan direncanakan orang lain. Umat ini akan siap menghadapi dengan sebenar-benar siap. Insya Allah. []
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/01/11/5295/perang-pemikiran-ghazwul-fikri-bagian-ke-2/#ixzz2sHd2NbTc
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook