Kamis, 17 Desember 2015

natal dan tahun baru

HARAM bagi MUSLIM : MERAYAKAN TAHUN BARU  ......

begitu juga mengucapkan tahun baru atau natal 


Rasulullah SAW bersabda :
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Daud).



Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]
Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.
Dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?

Momentum Tahun Baru ini tidak luput dari pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, permisivisme dan ateisme serta pemunculan sesuatu kemungkaran yang bertentangan dengan syariat.
Di antara hal itu adalah propaganda kepada penyatuan agama-agama (pluralisme), penyamaan Islam dengan aliran-aliran dan sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan syiar-syiar kekufuran yang dilakukan oleh orang-orang Kristen dan Yahudi.
Banyak yang beranggapan bahwa perayaan tahun baru adalah urusan duniawi yang tidak ada kaitannya dengan akidah. Padahal secara historis, perayaan tahun baru Masehi tidak bisa dipisahkan dari tradisi dan ritual penyembahan dewa Janus dalam agama paganisme (agama kafir penyembah berhala):


Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah - sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke masa lalu. Dalam mitologi Romawi, Dewa janus adalah semsembahan kaum  Pagam Romawi , bulan Januari (bulannya dewa janus ) ditetapkan setelah Desember karena Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari hari dimana Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari banyaknya pengaruh Pagan pada tradisi Kristen.
Kaum Pagan pandai menyusupkan budaya mereka ke dalam budya agama lain. Ini terbukti dengan tradisi mereka bertahun baru yang sudah populer diikuti di berbagai belahan dunia, misalnya, tradisi kaum Pagan merayakan tahun baru mereka (atau hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, bernyanyi bersama, memukul lonceng dan meniup terompet.  
Ke dalam agama Kristen, tradisi pagan ini diadopsi dengan menjadikan hari Dewa Janus tanggal 1 januari menjadi Tahun Baru Masehi, sehingga muncullah pemisahan masa sebelum Yesus lahirpun  (Sebelum Masehi/SM) dan sesudah Yesus lahir (tahun Masehi/M)
Di Persia yang beragama Majusi (Penyembah api), tanggal 1 januari juga dijadikan sebagai hari raya yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus. Dalam perayaan itu, mereka menyalakan api dan mengagungkannya, kemudian orang orang berkumpul dijalan jalan, halaman , dipantai, bercampur baur antara laki  dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan minuman keras (khamr). Mereka berteriak teriak dan menari naari sepanjang malam. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.  
Sahabat Abdullah bin Amr RA memperingatkan dalam Sunan Al-Baihaqi IX/234: "Barangsiapa yang membangun negeri orang orang kafir, meramaikan peringatan hari raya Nairuz  (tahun baru) dan karnaval mereka, serta menyerupai mereka, sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian.. Ia akan dibangkitkan bersama mereka dihari kiamat."


Ibnu Umar r.a berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin dan masing-masing pemimpin akan dimintai pertaggungjawban atas yang dipimpin. Suami adalah pemimpin keluarganya, istri adalah pemimpin rumah tangga suami dan anak-anaknya. Setiap kamu adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya." (H.R. Bukhari dan Muslim)