Selasa, 29 April 2014

Bila Perempuan Baik, Baik Negara, Bila Perempuan Buruk, Buruk Pula Negara

Selasa 28 Jamadilakhir 1435 / 29 April 2014 18:00

jilbab wanita muslimah Bila Perempuan Baik, Baik Negara, Bila Perempuan Buruk, Buruk Pula Negara
Oleh: Rosmayanti, Mahasiswi FIB Unpad
“Perempuan adalah tiang negara. Apabila Perempuan itu baik, maka baik pula negaranya. Apabila Perempuannya buruk, maka buruk pula negaranya.” (Al-Hadits)
PEREMPUAN adalah instrumen utama yang sangat berperan sebagai agen perubahan. Ia hakikatnya sama dengan laki-laki, yakni sama-sama sebagai manusia, yang memiliki potensi dasar yang sama berupa akal, naluri dan kebutuhan fisik. Sedangkan dalam konteks masyarakat, keberadaan perempuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan laki-laki, dimana keduanya diciptakan dengan mengemban tanggungjawab yang sama dalam mengatur dan memelihara kehidupan ini sesuai kehendak penciptanya.
Perempuan memiliki peran utama di rumah, sebagai manager rumah tangga serta pendidik anaknya agar menjadi generasi unggul. Para perempuan dapat melakukan aktivitas politik dengan tidak mengabaikan kewajibannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Perannya ini akan menjaga bangunan institusi keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat dan negara. Peran ini bukan remeh temeh. Ini adalah peran politik dan strategis perempuan yang memiliki kontribusi sangat besar dalam pembentukan keluarga yang tangguh, generasi terbaik dan masyarakat madani, bukan posisi inferior, tersubordinasi peran suami.
Sedikit contoh, tentu kita semua mengenal nama Thomas Alva Edison. Namun tahukah bahwa dia hanya mengenyam dunia pendidikan formal hanya 3 bulan? Thomas Alva Edison dikeluarkan dari sekolahnya karena gurunya beranggapan ia terlalu bodoh untuk bersekolah. Ibu Edison tidak mempercayai hal tersebut. Dengan gigih ia didik sendiri Edison di rumah. Apa yang dilakukannya tidak sis-sia. Edison menemukan potensi terpendamnya sebagai seorang peneliti. Usia 10 tahun, ia telah memiliki laboratorium pribadi.
Lebih dari apa yang didapat Edison bila bersekolah, ibu Edison mengajarkan juga keuletan berjuang dan kemandirian. Di usia begitu muda, Edison berjualan koran untuk membiayai sendiri penelitian-penelitiannya. Bayangkan apa yang terjadi bila ibu Edison bersikap sama dengan gurunya. Mungkin listrik akan terlambat ditemukan. Dan itu berarti penemuan-penemuan yang terkait listrik juga akan terhambat.
Tentu saja, perempuan diwajibkan cerdas dengan terus menuntut ilmu sebagai bekalnya. Darimana mendapatkan ilmu ini? Jika tak mampu diperoleh di rumah, dibolehkan keluar rumah seperti ke majelis ilmu atau pendidikan formal. Siapa yang mengajarkan? Bisa sesama perempuan. Karena itu, peran strategis perempuan di ranah publik juga sebagai inspirator yang berkontribusi dalam mencerdaskan kaumnya.
Karena itu, semestinya pengarusutamaan peran perempuan saat ini adalah berupa pencerdasan politik pada perempuan. Ini agar mereka memahami hakikat diri dan berkiprah sesuai fitrahnya. Jangan sampai perempuan, khususnya sebagai muslimah tenggelam dalam arus pemberdayaan ala Barat yang akan menggerus dan selanjutnya menghilangkan identitasnya sebagai muslimah sejati.
Kontribusi yang dapat diberikan perempuan untuk peradaban cemerlang adalah pertama menjadi ibu yang ideologis yaitu ibu yang faham Islam secara kaffah baik aqidah maupun syariah. Sejarah mencatat, ibu yang ideologis seperti yang dilakukan ibu Imam Syafi’i yang mengajari putranya hingga hafal Al Qur’an pada usia tujuh tahun dan menjadikannya mujtahid, contoh lain Asma’ Binti Abu Bakar yang berhasil mendidik Abdullah Bin Zubair sebagai ahli ibadah, mapun Al Khansa’ yang mendorong empat putranya untuk mati Syahid. Para perempuan ini lahir dari peradaban yang cemerlang, yaitu Islam.
Kedua, perempuan sebagai istri berdiri men-support suami guna menguatkan perannya dalam berbagai kiprah, dan ketiga senantiasa terlibat aktiv dalam perjuangan mengajak masyarakat menyadari bahwa pangkal persoalan kehidupannya adalah penerapan sistem demokrasi yang rusak dan merusak. Untuk itu dibutuhkan kesungguhan dan keseseriusan pada seorang muslimah untuk tidak berhenti berperan dalam kancah politik meskipun harus menghadapi berbagai kesulitan menuju Indonesia lebih baik dengan menerapkan Syari’ah Islam di negeri ini. []