Senin, 03 Februari 2014

BIJAK-Tampaknya, Walikota Bukittingi, Ismet Azis, SH takut sama germo. Dugaan itu karena walikota yang alumni Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, membiarkan saja para pelacur (PSK) menjajakan tubuhnya di berbagai tempat di kota wisata yang berudara sejuk ini.
Berdasarkan informasi dan investigasi Tabloid Bijak, para pelacur atau PSK ini berkeliaraan di seputar Jembatan Besi, belakang Kantor Legeum Veteran yang ada gang sempit dan mentok alias gang buntu. Dilokasi tersebut terdapat 12 kamar yang terbuat dari papan yang pemiliknya disebut-sebut Pak Karim pelatih pramuka Kabupaten Agam.
Kemudian, masyarakat disekitar lokasi tak ada yang berani mempersoalkan tempat mesum esek-esek tersebut. Soalnya anak Pak Karim selalu mengancam kepada orang yang mengusik bisnis lendirnya tersebut.
Tempat mesum yang lainnya, diberbagai hotel melati. Sedangkan hotel yang santer dipergunjingkan sebagai tempat protitusi itu, Hotel Yuriko yang berkelas melati. Sedangkan tempat transaksi di tempat warung tuak yang tak berapa jauh dari hotel.
Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Sumatera Barat, Muhammad Busro ketika dihubungi Tabloid Bijak menyatakan pendapatnya yang mengecam sangat sikap pemerintah Kota Bukittinggi yang tidak peduli dengan semakin maraknya prostitusi. Padahal, Kota Bukittinggi punya visi :“Masyarakat Bukittinggi Cerdas, Sehat Dan Berekonomi Mapan Dengan Dilandasi Nilai-Nilai Agama Dan Adat”.
“Bagi FPI Sumbar, jika Pemerintah Bukittinggi tidak mau atau tidak mampu untuk melawan kemaksiatan dan kemungkaran, maka FPI siap berada pada garda terdepan menyelamatkan akhlak dan moral anak nagari di Bukittinggi,” tegas Buya Muhammad Busro.
Menurut Buya M Busro, dirinya pernah melakukan konfirmasi kepada Kepala Satpol PP Bukittinggi. “Saya sangat kecewa menerima jawaban ketua sarpol PP Bukittinggi itu yang mengatakan tidak ada laporan dari RW/RT setempat,” kata buya mengulangi jawab Pop PP Bukittinggi.
Yang anehn ya lagi, kata Buya M Busro, ketika dilaporkan kepada Wakil Walikota Bukittinggi, jawaban yang diterimanya juga mengecewakan. “Kata wakil walikota, dirinya sudah sudah tahu dima saja tempat maksiat di Bukittinggi ini, yang penting sekarang adalah masalah pembenahan ekonomi,” kata M Busro mengulangi jawaban wako Bukittinggi.
Sementara ketika dilaporkan ke Walikota Bukitting, dirinya mendapatkan jawaban, kalau walikota berada di Jakarta dan berjanji akan menurunkan tim untuk razia. “Tapi janji waliota itu hanya tinggal janji dan yang akan turun itu nihil,” kata M Busro dengan nada kecewa.
Padahal, masalah protitusi itu ada diatur oleh Peraturan Daerah Nomor 20 tahun 2003 tentang Penertiban, Penindakan Penyakit Masyarakat (Pekat). “Yang anehnya lagi, DPRD sebagai yang membuat perda, juga tidak melakukan pengawasan dan mempersoalkan masalah protitusi ini kepada pemerintah Kota Bukittinggi. Kesannya, antara eksekutif dan legislative telah berkompromi untuk membiarkan saja Kota Bukittinggi dinodai oleh berkeliaraannya para pelacur,” ujar buya lagi, sembari menyebutkan FPI akan datang ke DPRD Bukitting, serta menemui beberapa tokoh masyarakat dan ninik mamak dan alim ulama.
Maraknya prostitusi di Kota Bukittinggi, diduga karena ada oknum aparat hukum secara diam-diam menjadi beking dari pada germo, baik oknom pol pp, polisi, dan tentara. “Dugaan ini karena setelah ditangkap melalui razia, para pelacur itu dilepas lagi dan disinyalir para pelacur itu memberi fee kepada oknum aparat,” ujar buya lagi, sembari menambahkan, kalau tak ada beking, mana mungkin para germo berani mengancam.(Tabloid Bijak/prb