Senin, 03 Februari 2014

Dari Fatin Hingga Gugat Core, Antara Jilbab Dan Perang Pemikiran

By on July 3, 2013


0

Percayakah anda, bahwa pakaian “jilbab” kini bisa jadi senjata juga bagian dari ghazwul fikri (perang pemikiran)? Mungkin bagi sebagian kita akan mempertanyakan, bagaimana mungkin? Bukannya ghazwul fikri itu justru menjerumuskan wanita agar tidak menutup aurat?
Jangan salah, coba saja Anda perhatikan layar televisi akhir-akhir ini. Khususnya menjelang bulan Ramadhan sudah bertaburan sinetron-sinetron yang bermodalkan akting “jilbab”.
Sepintas  seolah-olah tontonan yang islami, tapi inti jalan ceritanya tiada lain tiada bukan justru merusak generasi muda Islam.
Di TV, koran, majalah, dan media-media massa, menenampilkan sosok “berjilbab” tapi pacaran, “berjilbab” tapi berikhtilat dengan lawan jenis, jalan berduaan, pegang-pegangan tangan, sungguh di luar adab dan makna jilbab yang sesungguhnya untuk menutup aurat dan sebagai pembatas dengan lawan jenis.
Yang lebih parah lagi, banyak sinetron kita,  para pelakonnya bergama non Muslim namun berperan sebagai pemuda Muslim dan pemudi Muslimah dengan mengenakan koko, peci serta berjilbab. Sableng!
Kalau konteks jilbab seperti sebagaimana yang disebutkan di atas, apa faedahnya? Apa manfaatnya? Toh yang ada justru secara tidak langsung melecehkan syariat dan tata caraberjilbab yang sesuai syar’i.
Secara tidak langsung juga mengajarkan kepada generasi muda yang berjilbab khususnya, bahwa dengan berjilbab kita masih tetap bisa pacaran!
Begitupun dalam konteks terpilihnya Fatin Shidqia Lubis dengan acara X-Factor-nya, bukan sebuah kebetulan jika Fatin akhirnya ‘didorong” agar tepilih. Boleh jadi, makna yang ingin digapai dalam kasus Fatin adalah  bahwa Muslimah yang berjilbab bisa juga “bebas” seperti Fatin. Remaja Muslimah seolah secara tidak sadar dibredeli nilai-nilainya. Berjilbab tapi berlenggak-lenggok dipanggung, berjilbab tapi mendayu-dayu di atas panggung.
Yang problem, dalam kasus ini, orangtua Fatin justru paling bangga anaknya manggung, ditonton jutaan manusia. Seolah-olah dia orangtua paling berhasil dan sukses.
Jika ada yang menganggap Fatin ikut ‘berdakwah” di panggung TV, sebutkan lagu apa yang ia nyanyikan pantas disebut berunsur nilai dakwah? Apakah lagu-lagu percintaan model anak-anak alay (norak) zaman sekarang? Lalu di mana letak “syi’ar-nya”?
Menurut penulis, di dalam menyikapi kasus Fatin Shidqia Lubis di acara X-Factor tersebut, seharusnya yang saya tunggu dari MUI bukan malah memberi dukungan, tapi memberi nasehat yang intinya seperti ini;
“Nak, ajang nyanyi-nyanyi seperti ini bukan budaya kita sebagai umat Islam, terlebih kondisi adik yang berjilbab. Di habitat seperti ini bertaburan syubhat dan maksiat yang mengelilingi, engkau adalah wanita, yang rapuh dan mudah terbawa perasaan bahkan tidak menutup kemungkinan engkau terjerumus dan terbawa arus maksiat yang besar di tempat ini. Lebih baik, carilah jalan lain yang dapat semakin mendekatkanmu pada Allah, yang dapat benar-benar membentukmu dan menjadikanmu seorang Muslimah yang penuh cinta kepada Allah, dan Allah-pun cinta kepadamu. Yang dapat menjadikanmu perhiasan yang paling berharga di dunia ini, yang memuliakanmu sebagai wanita yang sesungguhnya, menjadikanmu wanita yang sholehah. Tinggalkan lingkungan semacam ini yang hanya membahayakan akhlak dan agamamu, karena kemuliaan dirimu bersama agamamu, sungguh takkan dapat kau tukar dengan apapun. Apalagi hanya sebatas gemerlapnya popularitas dan limpahan materi yang berlimpah.”
Tapi apa mau dikata? Fatin dan orangtuanya justru begitu bangga soal ini. Bahkan kabar terakhir menyebutkan, MUI menyesali sikap Fatin yang dulu pernah didukung,  setelah Fatin justru menjadi “juru bicara” Miss World di Indonesia.
Achi, vokalis Band Gugat
Achi, vokalis Band Gugat
Selain Fatin ada juga kasus Asri Yuniar, seorang guru TK yang juga dikenal vokalis music aliran hardcore dari grup Band Gugat. Achi, begitu nama panggilannya, meski berjilbab, dia dikenal rocker. Band Gugat merupakan band ketiga bagi Achi. Saat duduk di bangku SMA, dia sempat mendirikan band bernama Capability yang semua personelnya perempuan. Mereka paling sering membawakan lagu Nirvana yang beraliran grunge.
Penampilan Fatin dan Achi di depan TV bukanlah berdampak sedikit, pasti berdampat luar biasa banyaknya. Satu yang harus kita khawatirkan, tindakah dan pilihan kedua gadis ini seolah menunjukkan, bahwa wanita berjilbab boleh melakukan apa secara bebas, tanpa perlu menghiraukan larangan-larangan agama. Bagaimana dan seperti apa Muslimah seharusnya, telah rusak atas kasus ini.
Kasus Fatin yang tiba-tiba menjadi pendukung acara Miss Morld ini akan makin menunjukkan, ikon jilbab boleh melakukan apa saja, termasuk mendukung kemaksiatan terselubung.
Jika para orangtua dan remaja Muslim tak paham “perang pemikiran” seperti ini, bukan tidak mungkin  kelak rumah produksi, media massa, TV, dan kalangan industri hiburan berlaku “lebih jahat” dengan menjual simbol-simbol keagamaan dan Islam untuk komuditas bisnis semata yang ujung-ujungnya hanya berharap uang.
Sementara Fatin dan orangnya, hanya mendapatkan kesenangan sedikit. Sekedar mobil baru atau tampil di layar beberapa menit. Itupun tak akan dipakai lagi ketika dia sudah tak diperlukan media yang bersangkutan.
Apa sebab?
Sebab “agama industri” adalah uang, uang dan uang!
Jangan pernah bermimpi, jika tiba-tiba TV sangat baik hati hanya karena mereka menyertakan siaran dakwah, kecuali tetap saja dapat iklan.
Dan yang paling penting, kita tidak bisa selamanya menyalahkan media dan pemiliknya. Yang mendesak, umat Islam Indonesia sudah waktunya memiliki media televisi yang benar-benar dapat membentuk kepribadiannya menjadi seorang Muslim yang sebenarnya, pribadi Muslim yang taqwa, yang bertauhid, cinta akan sunnah dan cinta akan nilai-nilai Islam untuk diterapkan dalam kehidupannya.
Semoga kita semakin berhati-hati di dalam menyikapi persoalan sosial yang timbul di tengah-tengah kita.
Nasehat untuk Fatin dan Achi
Sebelum menutup tulisan, izinkan saya memberi nasehat untuk Fatin dan Achi (juga para Muslimlah yang bermimpi ingin bersenang-senang, bebas tetapi masih bisa menggunakan jilbab nya).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
” تركت فيكم أمرين ، لن تضلوا ما إن تمسكتم بهما : كتاب الله وسنتي “[رواه مالك بإسناد حسن
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku.” (HR. Malik dengan Sanad Hasan)
خَيْرُ أُمَّتِي الْقَرْنُ الَّذِينَ بُعِثْتُ فِيهِمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
"Sebaik-baik generasi adalah generasi saat aku diutus di dalamnya, kemudian generasi setelah mereka, kemudian generasi setelah mereka”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam juga pernah bersabda: “Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; Yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundak-nya dan berlenggak-lenggok.Kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, pada-hal sungguh wangi Surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” [HR. Muslim]
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan kepada umat (khususnya Fatin dan Achi) ini untuk dapat mewujudkan itu semua dan menjadi wanita sholehah, di mana semua tindak-tanduknya ditiru orang dan menjadi jariyah. Bukan justru memberatkannya di akherat kelak.
Setiap orang selalu ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah dan membawa amal jariyah (amal yang terus mengalir). Tentu amal tak akan jariyah jika apa yang kita lakukan melahirkan justru banyak kesesatan (menjerumuskan orang pada perilaku salah dan keliru). Wallahu A’lam Bish Showab.*
Oleh Maulana Yusuf – Penulis mahasiswa STID Mohammad Natsir
Red : Ibrahim Al Faruq