BONE (Arrahmah.com) - Kebencian yang sangat aparat kepolisian, khususnya Kasat intel Polres Bone Sainuddin terhadap dakwah Islam tauhid dan jihad, membuatnya kasak kusuk berusaha menghentikan dakwah tersebut. Dia membuat asumsi, persangkaan dan fitnah bahwa dakwah tauhid dan jihad membahayakan dan terorisme.
Ini dilakukan untuk menjegal dakwah Ustadz Basri di Bone.  Padahal ustadz Basri sudah lama dan rutin mengisi kajian di Bone setiap bulan sekali selama sehari penuh. Hal ini sebagaimana disampaikan Direktur The Community of Ideological Islamic Analisyst (CIIA) Harits Abu Ulya.
“Indikasinya, Kasat Intel Bone ini tak suka dakwah Islam yang di isi ustadz Basri di masjid Mujahidin Tobenteng dengan materi fiqh pada Jum’at pagi kedua, lalu dilanjutkan dengan khutbah Jum’at dimasjid sekitarnya,” katanya, lansir KompasIslam.com Jumat (27/12/2013).
Dia menilai dakwah tauhid dan jihad yang menyebabkan Sainuddin bersikap arogan terhadap jamaah pengajian Ustadz Basri.
“Setelah itu, ustadz Basri kemudian melanjutkan lagi kajiannya dengan materi tauhid di STIKP Bone, antara magrib isya kajian umum di masjid Al Mu’min Taccorong. Dakwah tauhid ini saya kira yang menyebabkan Kasat Intel Bone dan anggotanya bersikap arogan terhadap para jama’ah kajian ustadz Basri,” jelas Harits.
Hal senada diungkapkan oleh  salah satu jama’ah pengajian ustadz Basri, Ridwan. Dia menyatakan, saat dirinya dan beberapa jama’ah lainnya didatangi Sainuddin dan lima anggotanya di musholla Darul  Ulum Selasa (24/12/2013) kemarin, Sainuddin mengatakan akan tetap memonitor terus kajian ustadz Basri jika kajian ustadz Basri masih berjalan.
“Lalu saya bilang, kenapa bisa begitu pak, inikan kajian Fiqih atau umum? Memang kami pengajian di rumah mertuanya ustadz (Basri –red) karena panitia masjid tidak ijinin setelah dapat tekanan dari aparat. Padahal kemarin-kemarinnya kami adakan di masjid memang. Lalu pak Sainuddin bilang, biar saya carikan ustadz lain,” kata Ridwan
Sainuddin juga melakukan intimidasi berupa tekanan psikis agar jama’ah meninggalkan pengajian yang di isi ustadz Basri. Selain itu dia berupaya memprovokasi masyarakat agar menghentikan pengajian ustadz Basri yang sebetulnya sudah berlangsung lama di daerah Amali karena dianggap berbahaya.
Ustdaz Basri adalah guru ngaji almarhum Suardi, mantan guru agama di SMP 2 Amali Bone. Suardi dua bulan lalu ditembak mati Densus 88 Mabes Polri di Desa Alinge, Kecamatan Ulaweng, Kabupaten Bone, Kamis (17/10 2013) pukul 14.05 WIB.
Selain bertindak keji terhadap Suardi dengan menembak mati tanpa proses peradilan yang sah sedang belum terbukti bersalah, Densus 88 juga menangkap dua orang lainnya, yakni Jodi alias Umair (37 tahun) asal Poso, dan Ahmad Iswan alias Ukm (17 tahun) yang merupakan anak kandung Suardi.
Sebelumnya diberitakan pasca meninggalnya Suardi, 11 warga yang lagi-lagi dicurigai sebagai rekan Suardi diperiksa oleh kepolisian terkait pengajian mereka. Mereka mengaku diperas dengan cara dimintai uang oleh salah seorang Kepala Kepolisian Sektor dengan iming-iming dihapus dari daftar terduga teroris.
“Kami harus bayar Rp 3 juta supaya nama kami dihapus dari daftar terduga teroris,” ungkap Syamsul Alam, salah satu warga itu.
Kesebelas warga Desa Liliriawang, Kecamatan Bengo Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan itu adalah, Syamsu Alam, Ilham, Jainuddin, Bachtiar, Darwis, Emmang Labase, H Hasse, Habib, Firman, Aco, dan Masaile. Mereka tak ditahan meski menjalani beberapa kali pemeriksaan di kepolisian. (azm/arrahmah.com)