Sabtu, 28 Desember 2013

 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


Muslim Rohingya Kelaparan dan Tak Sempat Mengubur Jenazah

Posted by Admin on Sunday, June 30, 2013

Sejumlah pengungsi Muslim yang melarikan diri dari wilayah Arakan di Burma mengisahkan rincian pengalaman menyedihkan dan menyakitkan yang mereka alami selama berada di tangan ekstremis umat Budha, sebelum mereka melarikan diri ke kamp pengungsi di Bangladesh.

Kaum Muslim Rohingya yang menderita diskriminasi agama dan etnis di Burma terus mengalir ke Bangladesh, di mana mereka meninggalkan semua apa yang dimiliki di belakang mereka. Mereka harus menempuh perjalanan yang sulit untuk bisa menyelamatkan kehidupan mereka, hingga akhirnya mereka sampai di kamp-kamp yang berada di perbatasan Bangladesh.

Ubaida Khatun, salah satu pengungsi yang baru beberapa hari lalu tiba di Bangladesh mengisahkan apa yang dialaminya selama ia berada di negerinya. Ia menjelaskan bahwa rumahnya diserang, dan para penyerang membunuh suaminya, adiknya serta menyiksa dirinya hingga mereka mengira bahwa dirinya telah mati, lalu melemparkannya ke tepi sungai.
Ubaidah Khatun menegaskan bahwa kaum Muslim Myanmar tidak memiliki kesempatan untuk mengubur kaum Muslim yang meninggal, sebab mayat mereka dimasukkan ke dalam gerobak dan dibawanya ke tempat-tempat yang tidak diketahui.
Ubaidah mengingatkan bahwa anak-anak perempuan yang paling banyak mengalami penyiksaan, di mana mereka diperkosa dan disiksa sampai mati; begitu juga para balita mereka lemparkan, seperti mereka melemparkan batu.
Ubaidah menegaskan bahwa sudah tidak ada lagi apa yang bisa dimakan di Arakan, di mana kaum Muslim di sana terpaksa makan batang-batang pohon pisang, yang pada gilirannya akan habis juga.
Dalam konteks yang sama, Abdul Kalam yang sudah lebih lama berada di kamp tersebut juga mengisahkan apa yang dideritanya. Ia mengatakan bahwa kaum Muslim tidak bisa pergi ke pasar untuk mendapatkan kebutuhannya, dan mereka juga tidak bisa bekerja. Sehingga siapa saja dari mereka yang pergi untuk bekerja, maka ia akan menghadapi penyerangan, seperti yang terjadi pada dirinya ketika ia ditikam dengan pisau karena ia pergi bekerja, dan kemudian ia dilemparkan ke dalam penjara dengan tuduhan melakukan pencurian.
Abdul Kalam mengatakan bahwa dalam periode belakangan ini rumah-rumah kaum Muslim menjadi target pelemparan bom molotov, sebab sudah tidak ada lagi pengakuan akan hak kaum Muslim untuk hidup di Burma.
Kaum Muslim Teluk Arakan menghadapi berbagai aksi kekerasan dan pembunuhan massa oleh kelompok ekstrimis Budha. Dimana sumber HAM smenegaskan bahwa jumlah kaum Muslim yang meninggal di Burma telah mencapai 20 ribu akibat penyerangan terhadap mereka yang dimulai sejak bulan Juni lalu oleh kelompok ekstrimis Budha yang berkolusi dengan pihak penguasa.
Bahkan Amnesty International mengakui bahwa kaum Muslim di Burma menjadi sasaran pelanggaran oleh kelompok-kelompok ekstrimis Budha, dengan disaksikan oleh pemerintah.
Amnesty mengatakan: “Kaum Muslim di wilayah Rakhine, yang terletak di sebelah barat Burma menghadapi berbagai penyerangan dan penahanan membabi buta dalam beberapa minggu, yang kemudian disusul oleh berbagai aksi kekerasan di wilayah tersebut.”
Seorang juru bicara Amnesty mengatakan: “Sejak itu, ratusan orang ditangkap di daerah-daerah di mana kaum Muslim Rohingya tinggal.”
 
 
Posted by Admin on Sunday, June 30, 2013
KAUM MUSLIMIN ROHINGYA DILUPAKAN DALAM PENDERITAAN


Kaum Budha dari Burma (Myanmar) pada tanggal 4/6/2012 telah melakukan penyerangan pada sebuah bus yang membawa peziarah kaum Muslim dari Arakan, akibatnya sembilan orang dari mereka meninggal dalam serangan itu. Kaum Muslim di sana telah meminta pemerintah Burma untuk memerangi kelompok teroris Budha yang menyerang umat Islam dari waktu ke waktu, dan menghentikan
penganiayaan terhadap mereka, sebab mereka adalah penduduk asli.
Perlu diketahui bahwa kaum Muslim sekitar 20% dari populasi penduduk Burma yang berjumlah 55 juta jiwa. Separuhnya tinggal di propinsi Arakan, dan mereka adalah warga mayoritas. Namun, mereka berada di bawah tekanan pemerintahan Budha. Sehingga dari waktu ke waktu menjadi sasaran penyerangan umat Budha.
Padahal semua tahu bahwa propinsi Arakan adalah negeri Islam. Islam telah masuk ke propinsi Arakan pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid,  pada abad ke-7 Masehi. Dan dari propinsi Arakan inilah Islam menyebar ke seluruh penjuru Burma. Kaum Muslim telah memerintah wilayah ini selama lebih dari tiga setengah abad, yaitu antara (834 – 1198 H atau 1430 – 1784 M).
Pada tahun ini umat Budha yang dipimpin oleh raja mereka menduduki propinsi Arakan yang oleh Inggris dimasukkan ke wilayah Burma setelah pendudukannya. Mulailah mereka membunuh kaum Muslim, menghancurkan harta bendanya, dan mengirimnya ke penjara-penjara. Akibatnya tidak sedikit dari mereka yang meninggal dan mengungsi. Pada tahun 1824, kaum kolonialis Inggris datang dan menduduki negeri itu, kemudian memasukannya  ke pemerintah kolonial Inggris di India.
Pada tahun 1937 Inggris menduduki propinsi Arakan dengan kekerasan dan menggabukannya ke Burma, ketika itu Burma merupakan koloni Inggris yang terpisah dari Pemerintah Inggris di India, dan menyebutnya Pemerintah Inggris di Burma. Dan untuk menundukkan kaum Muslim, agar bisa dikuasai dan dijajah, Inggris mempersenjatai umat Budha, dan mulai mereka melakukan penyerangan terhadap umat Islam pada tahun 1942. Mereka membantai kaum Muslim dengan brutal hingga lebih dari 100 ribu kaum Muslim meninggal, yang sebagian besar perempuan, orang tua dan anak-anak. Serangan umat Budha yang kejam dengan dukungan Inggris telah membuat ratusan ribu kaum Muslim mengungsi ke luar negeri. Kemudian, kaum Muslim mengalami pembantaian baru menyusul kudeta militer tahun 1962, dengan kekuasaan bercorak komunis, dimana Rusia dan Cina mengumumkan dukungannya atas penguasa baru ini.
Rezim yang baru ini sangat berambisi untuk menghabisi Islam di Burma. Kemudian umat Budha mengusir lebih dari 300 ribu kaum Muslim ke Bangladesh. Pada tahun 1978 lebih dari setengah juta kaum Muslim diusir dari Burma. Pada tahun 1982, dilakukan operasi penghapusan kebangsaan kaum Muslim karena dinilainya sebagai warga negara bukan asli Burma. Pada tahun 1988 lebih dari 150 ribu kaum Muslim mengungsi. Dan pada tahun 1991 lebih dari setengah juta kaum Muslim juga mengungsi. Namun demikian, kaum Muslim masih berpegang teguh dengan agama mereka meskipun penganiayaan, penyiksaan dan ketidakadilan menimpa mereka di semua tingkatan, bahkan pembunuhan dan pembantaian terus mewarnai kehidupan mereka. Kaum Muslim di seluruh dunia tidak mencari solusi atas masalah mereka, sehingga mereka tidak menemukan pilihan selain menunggu Khalifah seperti Khalifah Harun Al-Rasyid yang akan mengembalikan kemulian Islam di seluruh Burma, yang dengannya mereka akan menemukan kembali kemulian hidupnya sebagai kaum Muslim di Burma


Posted by Admin on Sunday, June 30, 2013
KRONOLOGIS SEJARAH PENDERITAAN MUSLIM ROHINGYA



Arakan, wilayah di mana mayoritas Muslim Rohingya tinggal, sudah ada bahkan sebelum Negara Burma lahir setelah diberi kemerdekaan oleh Inggris pada tahun 1948. Kaum Muslimin di sana telah berabad-abad tinggal sebagai kesultanan Islam yang merdeka. Justru yang terjadi adalah penjajahan oleh kerajaan Budha dan Kolonial Inggris di negara itu.

Para sejarawan menyebutkan bahwa Islam masuk ke negeri itu tahun 877 M pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid. Saat itu Daulah al-Khilafah menjadi negara terbesar di
dunia selama beberapa abad.  Islam mulai menyebar di seluruh Birma ketika mereka melihat kebesaran, kebenaran, dan keadilannya.
Kaum Muslimin memerintah propinsi Arakan lebih dari tiga setengah abad antara tahun 1430 hingga tahun 1784 M.  Penderitaan Muslim di sana mulai terjadi saat penjajah kerajaan Budha maupun kolonialis Inggris menjajah negeri itu. Berikut tahun-tahun penting penderitaan Muslim Rohingya.
1784 M : Kerajaan  Budha berkoalisi menyerang provinsi dan menduduki wilayah Arakan. Mereka menghidupkan kerusakan di provinsi tersebut.  Mereka membunuh kaum Muslimin,  membunuh para ulama kaum Muslimin dan para dai. Mereka juga  merampok kekayaan kaum Muslimin, menghancurkan bangunan-bangunan islami baik berupa masjid maupun sekolah.  Hal itu karena kedengkian mereka dan fanatisme mereka terhadap kejahiliyahan budhisme mereka.
1824 M : Inggris menduduki Burma termasuk wilayah Arakan dan menancapkan penjajahan mereka atas Birma.
1937 : Kolonial Inggris menduduki provinsi Arakan dengan kekerasan dan menggabungkannya ke Burma (yang saat itu merupakan koloni Inggris yang terpisah dari pemerintah Inggris di India). Untuk menundukkan kaum Muslim agar bisa dikuasai dan dijajah, Inggris mempersenjatai umat Budha.
1942 : lebih dari 100 ribu Muslim dibantai oleh orang-orang Budha dan ratusan ribu mengungsi ke luar negeri.
1948 M : Inggris memberi Birma kemerdekaan formalistik.  Sebelumnya, pada 1947 M Inggris menggelar konferensi untuk mempersiapkan kemerdekaan dan mengajak seluruh kelompok dan ras di negeri tersebut kecuali Muslim Rohingya. Pada konferensi itu Inggris menetapkan menjanjikan kemerdekaan kepada tiap kelompok atau suku sepuluh tahun kemudian. Namun pemerintahan Birma tidak mengimplementasikan hal itu.  Yang terjadi adalah penindasan terhadap kaum Muslimin yang terus berlanjut.
1962 : terjadi kudeta militer di Burma di bawah pimpinan militer Jenderal Ne Win. Rezim militer melanjutkan ‘tugas penting’ pembantaian terhadap umat Islam. Lebih dari 300 ribu Muslim diusir ke Bangladesh.
1978 : rezim militer mengusir lagi setengah juta Muslim ke luar Birma. Menurut UNHCR, lebih dari 40 ribu orang Muslim terdiri atas orang-orang tua, wanita dan anak-anak meninggal dunia saat pengusiran akibat kondisi mereka yang memprihatinkan.
1982 : operasi penghapusan kebangsaan kaum Muslim karena dinilainya sebagai warga negara bukan asli Burma.
1988 M : lebih dari 150 ribu kaum Muslimin terpaksa mengungsi ke luar negeri. Pemerintah Myanmar menghalangi anak-anak kaum Muslimin mendapatkan pendidikan. Untuk mengurangi populasi, kaum Muslim dilarang menikah sebelum berusia tiga puluh tahun.
1991 :  lebih dari setengah juta kaum Muslim mengungsi akibat penindasan yang mereka alami.
2012 : Pada bulan Juni  orang-orang Budha melakukan serangan terhadap sebuah bus yang mengangkut Muslim dan membunuh sembilan orang dari mereka.  Konflik cenderung dibiarkan oleh pemerintah. Pembunuhan, pembakaran rumah, dan pengusiran terjadi. Puluhan ribu kaum Muslimin keluar dari rumah mereka.  Bangladesh menolak untuk membantu kaum Muslim yang tiba di Bangladesh. Negara ini bahkan mengembalikan  dan menutup perbatasan untuk saudara Muslimnya. Tidak ada angka yang pasti jumlah korban Muslim, namun diduga puluhan ribu Muslim terbunuh pasca pecahnya kembali konflik pada awal Juni 2012.
Keamanan tidak akan kembali menjadi milik kaum Muslimin di negeri tersebut kecuali jika tidak kembali kepada Khilafah.  Mereka telah bernaung di bawah Khilafah sejak masa Khalifah Harun ar-Rasyid lebih dari tiga setengah abad lamanya. Jadi Khilafah sajalah yang memberikan kepada mereka keamanan dan menyebarkan kebaikan di seluruh dunia.  Semoga Khilafah sudah dekat keberadaannya, atas izin Allah.(Mediaumat.com/ FW dari berbagai sumber)
Kesultanan Arakan
Jumlah Muslim di Myanmar paling besar dibandingkan Filipina dan Thailand, jumlahnya sekitar 7 juta hingga 10 juta jiwa. Setengah dari jumlah Muslim Myanmar tersebut berasal dari Arakan, suatu provinsi di barat laut Myanmar. Di sebelah utara, wilayah Arakan mempunyai perbatasan dengan Bangladesh sepanjang 170 km; di sebelah Barat berbatasan dengan pantai yakni Laut Andaman.
Semula Arakan bernama Rohang. Masyarakatnya disebut Rohingya. Pada 1430 Rohingya menjadi kesultanan Islam yang didirikan oleh Sultan Sulaiman Syah dengan bantuan masyarakat Muslim di Bengal (sekarang Bangladesh). Kemudian nama Rohingya diganti menjadi Arakan (bentuk jamak dari kata arab ‘rukun’ yang berarti tiang/pokok) untuk menegaskan identitas keislaman mereka.
Islam mulai datang ke negeri Burma ini di mulai sejak awal hadirnya Islam, yakni abad ke-7. Saat itu daerah Arakan telah banyak disinggahi oleh para pedagang Arab. Arakan merupakan tempat terkenal bagi para pelaut Arab, Moor, Turki, Moghuls, Asia Tengah, dan Bengal yang datang sebagai pedagang, prajurit, dan ulama. Mereka melalui jalur darat dan laut.
Pendatang tersebut banyak yang tinggal di Arakan dan bercampur dengan penduduk setempat. Percampuran suku tersebut terbentuk suku baru, yaitu suku Rohingya. Oleh karena itu, Muslim Rohingya yang menetap di Arakan sudah ada sejak abad ke-7.
Para pedagang yang singgah di pantai pesisir Burma mulai menggunakan pesisir pantai dari Negara Burma (Myanmar) sebagai pusat persinggahan dan juga dapat dijadikan sebagai sebuah tempat reparasi kapal.
Dapat diketahui bahwa Islam mulai masuk ke Burma di bawa oleh para pedagang Muslim yang singgah di pesisir pantai Burma. Pada masa kekuasaan perdagangan Muslim di Asia Tenggara mencapai puncaknya, hingga sekitar abad ke-17, kota-kota di pesisir Burma, lewat koneksi kaum Muslim, masuk ke dalam jaringan dagang kaum Muslim yang lebih luas.
Mereka tidak hanya aktif di bidang perdagangan, melainkan juga dalam pembuatan dan perawatan kapal. Suatu ketika di abad ke-17 sebagian besar provinsi yang terletak di jalur perdagangan dari Mergui sampai Ayutthaya praktis dipimpin oleh gubernur Muslim dengan para administrator tingginya, yang juga Muslim



MUSLIM ROHINGYA SUDAH ADA SEBELUM MYANMAR ADA

Posted by Admin on Sunday, June 30, 2013
Tragedi Muslim Rohingya di Myanmar menyita perhatian dunia internasional belakangan ini. Penindasan yang dialami Muslim Rohingya membuka mata atas sejarah mereka sebagai etnis Myanmar yang tidak diakui.
Bahkan tidak itu saja, program pembersihan etnis ditengarai dilakukan pemerintah Myanmar (Burma) dengan berbagai modus yang kejam.
Lantas bagaimanakah sebenarnya sejarah umat Islam di Rohingya? Mengapa konflik di Arakan meluas menjadi konflik horizontal? Apakah kelompok Budha berada di belakang  tragedi ini? Lantas langkah apa yag tepat untuk menghentikan kekerasan di Arakan?

Dalam rangka lebih memahami akar sejarah Muslim Rohingya dan perkembangannya hingga saat ini, berikut kami coba segarkan pengetahuan dan pemahaman kita berkaitan dengan tema ini. Untuk itu, wawancara dengan Heru Susetyo, dari Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya-Arakan (PIARA), Rabu (25/7/2012) lalu kami share kembali ke hadapan pembaca.
Heru Susetyo adalah seorang praktisi hukum yang peduli atas kezaliman yang diderita umat maupun kelompok Islam di berbagai tempat. Sekretaris Program Pascasarjana Fakultas Hukum UI ini mendirikan PIARA. Kunjungannya ke Myanmar banyak menyadarkannya bahwa Myanmar sebenarnya adalah negara yang kaya. Inilah petikan wawancaranya:
Bagaimana Sejarah Awal Muslim Rohingya?
Sejarahnya panjang. Sebagai etnis, mereka sudah hidup di sana sejak abad 7 Masehi. Tapi sebagai Muslim dengan nama kerajaan Arakan, mereka sudah mulai ada sejak tahun 1430 sampai 1784 Masehi. Jadi sekitar 3,5 abad mereka dalam kekuasaan kerajaan Muslim hingga mereka diserang oleh Kerajaan Burma, dan dianeksasi oleh Inggris. Setelah itu mereka dibawa menjadi bagian dari British India yang bermarkas di india. Meski India saat itu juga belum merdeka.
Kemudian berjalan bertahun-tahun lamanya sampai tahun 1940-an. Ketika Burma merdeka tahun 1948, ada 137 etnis yang ada di Burma. Sejak itupun, Myanmar tidak mengakui keberadaan mereka sebagai etnis yang ada di tanah Burma. Padahal ketika merdeka, Burma memasukkan negara bagian Arakan sebagai bagian dari Burma, namun setelah itu orang Rohingya atau Muslim Arakan tidak diakui sebagai etnis yang eksis di sana. Jadi ini masalahnya, padahal mereka sudah ada sebelum Negara (Burma) ada. Mereka dinilai minoritas dari segi warna kulit dan bahasa serta dianggap lebih dekat kepada orang Bangladesh. Walaupun mereka bukan orang Bangladesh.
Mana Istilah yang tepat bagi mereka, Rohingya atau Arakan?
Arakan itu nama provinsi. Kalau dalam Bahasa Inggris disebut Rakhine atau Rakhain. Sedangkan Rohingya adalah istilah yang dikenakan oleh orang luar (peneliti asing) pada abad 18-19 M.  Mereka sendiri menyebut diri mereka sebagai orang Muslim yang tinggal di Provinsi Arakan (Muslim Arakan). Cuma belakangan dikenal sebagai orang Rohingya. Karena ternyata di Arakan terdapat Muslim yang bukan berasal dari Arakan saja, tapi juga ada Muslim dari Bangladesh, juga dari bagian lain di Burma.
Selain etnis Arakan, ada etnis Muslim lain di Myanmar?
Banyak. Saya pernah mengadakan kunjungan lapangan ke Burma tahun 2008-2009. Saya mengunjungi Burma tiga kali. Saya datang ke ketiga kota; Yangoon, Mandalay, dan Pyin Oo Lwin. Dan saya mengunjungi 8 masjid di tiga kota itu. Peninggalan berupa masjid di sana banyak. Dan Muslim tidak hanya berasal dari Arakan, ada Muslim Burma, Muslim China, ada juga Muslim imigran dari India dan Bangladesh. Dan jumlahnya cukup signifikan. Bahkan di kota Mandalay, kota terbesar kedua di Burma, saya hitung ada 8 masjid. Di Yangoon lebih banyak lagi. Secara garis besar, mereka hidup lebih baik dari Muslim Arakan. Hanya Muslim Arakan yang hidup tertindas, dipinggirkan, dan tidak pernah diakui oleh pemerintah.


Rohingya 101 : Sejarah, Masalah, Kekerasan dan Tuntutan
ROHINGYA 101 : SEJARAH, MASALAH, KEKERASAN DAN TUNTUTAN
Posted by Admin on Sunday, June 30, 2013

1. Rohingya adalah nama kelompok etnis yang tinggal di negara bagian Arakan/Rakhine sejak abad ke 7 Masehi.
2. Ada beberapa versi tentang asal kata “Rohingya”. Rohingya berasal dari kata “Rohang”, nama kuno dari “Arakan”. Sehingga orang yang mendiaminya disebut “Rohingya”. Versi lain menyebutkan bahwa istilah “Rohingya” disematkan oleh peneliti Inggris Francis Hamilton pada abad 18 kepada penduduk muslim yang tinggal di Arakan.

3. Etnis Rohingya bukanlah orang Bangladesh ataupun etnis Bengali. ‘Rohingya’ adalah ‘Rohingya’. Nenek moyang Rohingya adalah berasal dari campuran Arab, Turk, Persian, Afghan, Bengali dan Indo-Mongoloid.
4. Populasi orang Rohingya saat ini diprediksi sekitar 1.5 juta – 3 juta jiwa. Dimana 800.000-an tinggal di Arakan dan sisanya menyebar di banyak negara.
5. Arakan sebelum bergabung dengan Union of Myanmar pada 1948 berturut-turut dikuasai oleh kerajaan Hindu, Islam (abad 15-18), dan Buddhist.
6. Arakan adalah negara bagian dari Union of Myanmar yang terletak di sisi barat laut Myanmar berbatasan dengan Bangladesh. Nama Arakan berubah menjadi “Rakhine” pada tahun 1930 dan belakangan disebut juga “Rakhaing.”
7. Nama “Rakhine” merujuk pada etnis Rakhine Buddhist (Moghs), sehingga istilah “Rakhine” tidak mewakili etnis Rohingya muslim.
APA SAJA PROBLEM ROHINGYA?
1. Kebijakan “Burmanisasi” dan “Budhanisasi” yang mengeluarkan dan memarjinalkan warga Muslim Rohingya di tanahnya sendiri di Arakan.
2. Etnis Rohingya mengalami intoleransi karena mereka muslim dan identitas etnis dan ciri-ciri fisik dan bahasa mereka dianggap berbeda dengan mainstream. Oleh karenanya, mereka selalu menjadi subyek penyiksaan utamanya sejak 1962, ketika rezim militer U Ne Win mengambil alih pemerintahan negara Burma.
3. Rezim militer Thein Sein yang kini berkuasa juga menolak memberikan kewarganegaraan Myanmar pada Rohingya. Lebih buruk lagi, ia memasukkan Rohingya pada daftar hitam (blacklisted).
4. Etnis Rohingya tidak sekali-sekali ingin merdeka dan memisahkan diri dari Union of Myanmar. Mereka hanya ingin diakui sebagai bagian dari warganegara Myanmar yang berhak untuk hidup bebas dari rasa takut dan kemiskinan. Bebas bergerak dan berpindah kemanapun serta bebas berekspresi, beribadah dan menjalankan keyakinan agamanya.
5. Adalah fitnah belaka menyebutkan perjuangan Etnis Rohingya adalah didukung dan dikelola oleh kelompok ‘teroris’ seperti Al Qaeda dan Jama’ah Islamiyah. Etnis Rohingya tidak ingin dan juga tidak punya kapasitas untuk menjadi kelompok teroris apalagi untuk mendirikan negara sendiri dengan cara-cara terror dan kekerasan.
6. Pada tahun 1948 - 1962 etnis Rohingya diakui sebagai salah satu dari 136 etnis  yang eksis di Myanmar.  Bahkan ada etnis Rohingya yang menjadi anggota parlemen dan menteri pada kabinet Myanmar sebelum tahun 1962.  Ketika U Ne Win berkuasa pada 1962 maka mulailah pengingkaran etnis Rohingya sebagai etnis yang sah berkewarganegaraan Myanmar.  Puncaknya adalah pada Undang-Undang Kewarganegaraan Burma tahun 1982 yang meniadakan Rohingya sebagai etnis yang diakui di Myanmar. Selanjutnya peniadaan ini adalah juga penghilangan dan pembatasan hak etnis Rohingya dalam hal :
a. Hak untuk bebas bergerak dan berpindah tempat
b. Hak untuk menikah dan memiliki keturunan
c. Hak atas Pendidikan
d. Hak untuk berusaha dan berdagang
e. Hak untuk bebas berkeyakinan dan beribadah
f. Hak untuk bebas dari penyiksaan dan kekerasan

7. Kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) yang dialami oleh etnis Rohingya antara lain :
a. Pembunuhan massal dan sewenang-wenang
b. Pemerkosaan
c. Penyiksaan
d. Penyitaan tanah dan bangunan
e. Kerja Paksa dan Perbudakan
f. Relokasi secara paksa
g. Pemerasan
8. Akibat kekerasan struktural yang berlangsung begitu panjang, maka warga Rohingya terpaksa mengungsi dan menjadi ‘manusia perahu’, mencari negeri aman yang mau menerima mereka di Asia Tenggara atau di negeri manapun di seluruh dunia. Tidak jarang para manusia perahu itu tenggelam ataupun mati karena kelaparan dan kehausan di tengah laut. Banyak pula yang ditahan atau diperlakukan semena-mena di negara-negara transit atau di negara-negara penerima mereka.
9. Saat ini ada 1.5 juta orang Rohingya yang terusir dan tinggal terlunta-lunta di luar Arakan/ Myanmar. Kebanyakan mereka mengungsi di Bangladesh, Pakistan, Saudi Arabia, UAE, Malaysia, Thailand, Indonesia dan lain-lain.
PEMBANTAIAN TERHADAP ROHINGYA
1. Terjadi sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Yang paling tragis berlangsung pada tahun 1942. Sekitar 100.000 orang Rohingya dibantai dan disempitkan ruang gerak dan tempat tinggal-nya menjadi hanya di negeri Arakan bagian utara (Northern Rakhine).
2. Pada 3 Juni 2012 warga Rakhine bekerjasama dengan militer Burma, polisi dan angkatan bersenjata melakukan pembantaian dan kekerasan terhadap 10 muslim Myanmar (non Rohingya) yang dalam perjalanan pulang dari Thandwe ke Mandalay dalam rangka perjalanan da’wah Jama’ah Tabligh; disinyalir ini adalah balas dendam yang berlebihan dan sistematis terhadap kasus perkosaan yang melibatkan dua Pria muslim dan satu Pria Buddhist terhadap seorang gadis Rakhine Buddhist, yang kebenarannya juga masih dipertanyakan.
3. Kekerasan di atas adalah bagian dari perencanaan dan serangan yang sistematis yang didesain untuk memusnahkan populasi Rohingya yang tersisa di Arakan dan menjadikan Arakan sebagai “muslim-free region.’ .
4. Jam malam dan pembatasan gerak ini diberlakukan di Arakan Utara selama dua bulan, tapi hanya berlaku untuk warga Muslim. Tidak untuk warga Rakhine. Angkatan bersenjata hampir semua adalah Rakhine atau pro dengan Rakhine. Jam malam ini memberikan legitimasi untuk angkatan bersenjata dan ekstrimist Rakhine untuk membunuh, memperkosa, dan menangkap muslim Rohingya secara massal.
5. Target penangkapan adalah Ulama Rohingya dan pemuda-pemuda Rohingya yang terpelajar termasuk anak yang masih berusia di bawah 10 tahun. Mereka yang ditahan kemudian menjadi hilang ataupun tetap ditahan namun tanpa pengadilan sama sekali. Banyak juga yang kemudian dihukum mati.
6. Mereka yang lari dan mengungsi tak punya tempat mengungsi lain selain pergi ke hutan dan terusir ke laut.
MEDIA YANG BIAS DAN DISKRIMINATIF
1. Kekerasan di Arakan terhadap orang Rohingya mulanya tidak diketahui oleh dunia. Hanya media-media lokal yang anti muslim dan xenophobic yang dapat beroperasi dan menyebarkan informasi-informasi yang palsu (fabricated).
2. Petugas kemanusiaan banyak yang dihalangi untuk ke Arakan bahkan ditangkap. Bahkan pemerintah Myanmar memberi peringatan kepada PBB dan organ-organnya, UNHCR dan lembaga-lembaga kemanusiaan untuk melakukan kegiatan kemanusiaan di Arakan.
3. Dengan minimnya media yang independen, informasi yang akurat dan berimbang, ekstrimis Rakhine amat leluasa untuk melakukan kejahatan genosida tanpa diketahui oleh publik dunia.
KORBAN JIWA DAN KEKERASAN YANG DIALAMI PADA JUNI 2012
1. Warga Rohingya tak dapat pergi kemana-mana. Jangankan lagi pergi ke luar negeri, di dalam daerahnya sendiri susah bergerak. Mereka dilemahkan dan dilumpuhkan. Kondisi ini membuat sukar mengetahui jumlah korban jiwa yang pasti.
2. Jumlah korban tewas dari warga Rohingya dan Rakhine diperkirakan sampai pertengahan Agustus berjumlah ratusan jiwa (sumber lain menyebutkan ribuan jiwa).
3. Sekitar 100.000 orang Rohingya terusir dan mengungsi ke tempat-tempat yang tidak aman.
4. Ratusan warga jadi korban penembakan dan tak mendapat penanganan medis yang memadai.
5. Ribuan warga Rohingya menderita kelaparan dan terjangkiti penyakit serius.
6. Jenazah warga Rohingya yang tewas tak dikembalikan kepada keluarganya, ada laporan bahwa jenazah tersebut dikremasi, dikubur di pekuburan massal ataupun dibuang ke laut.
7. Banyak warga Rohingya yang masih hilang dan diduga keras telah dibunuh.
PENGEBIRIAN AGAMA
1. Banyak masjid dan madrasah/ sekolah yang telah dihancurkan.
2. Sejak awal Juni 2012, hampir semua masjid di ibukota Arakan yaitu Sittwe/Akyab telah dihancurkan atau dibakar.
3. Banyak masjid dan madrasah di Maungdaw dan Akyab yang ditutup dan muslim tak boleh beribadah di dalamnya. Termasuk di bulan Ramadhan ini. Mereka yang mencoba untuk shalat akan ditangkap dan dihukum.
KOMENTAR PEMERINTAH MILITER MYANMAR
President Myanmar Thein Sein telah memperburuk krisis Rohingya Arakan dengan mengatakan bahwa : “Rohingya are not our people and we have no duty to protect them.’ Ia menginginkan supaya etnis Rohingya dikelola oleh UNHCR saja atau ditampung di negara ketiga yang mau menampungnya. Dia menyebut etnis Rohingya di Arakan sebagai : a ‘threat to national security’.
ETNIS ROHINGYA DALAM SITUASI HELPLESS DAN TERLUMPUHKAN
1. Orang Rohingya tidak punya teman di dalam negara Myanmar.
2. Slogan popular di Myanmar saat ini adalah : “Arakan is for Rakhines. Arakan and Buddhism are synonymous. There is no Rohingya in Arakan. Drive them out to their country– Bangladesh”.
3. Pemimpin oposisi Burma, Aung San Suu Kyi tetap diam tak bereaksi terhadap kasus Rohingya. Sikapnya normatif saja.
4. Menyedihkan bahwa Amerika Serikat dan Uni Eropa, termasuk Inggris terlalu percaya kepada pemerintah Myanmar untuk mengatasi krisis. Bahkan Inggris membuka kantor dagang di Naypydaw dan AS menghentikan penjatuhan sanksi untuk Myanmar.
5. Sangat memprihatinkan bahwa Bangladesh, negara tetangga terdekat dari Arakan, menutup pintu untuk pengungsi Rohingya dan mengirim mereka kembali ke laut.  Perdana Menteri Bangladesh Sheik Hasina dalam wawancara dengan media sudah menyebutkan bahwa masalah Rohingya adalah masalah Myanmar bukan masalah Bangladesh. Negeri Bangladesh sudah overcrowded, tak bisa lagi menampung pengungsi Rohingya.   Lebih jauh lagi,  tiga lembaga kemanusiaan internasional, MSF, ACF dan Muslim Aid UK juga dilarang beroperasi di Bangladesh dengan alasan akan membuat pengungsi Rohingya betah tinggal di Bangladesh.
SOLUSI UNTUK KRISIS ROHINGYA
1. Krisis Rohingya adalah karena konflik etnis dan penyiksaan atas dasar SARA. Mereka adalah korban dari kejahatan dan pembantaian yang disponsori oleh negara (state-sponsored massacre), dengan target utama adalah pembersihan etnis Rohingya.
2. Etnis Rohingya tidak memiliki ‘teman’ dan tak terlindungi di dalam maupun di luar negara Myanmar. Walaupun secara normatif, sejatinya, hukum internasional dan instrumen HAM internasional telah mengatur perlindungan terhadap kelompok minoritas. Juga telah memiliki pengaturan terhadap kejahatan semacam genocide dan crime against humanity. Namun, dalam kasus kejahatan terhadap etnis Rohingya ini hukum HAM internasional seperti tidak berfungsi dan tidak berdaya.
3. Dari sisi hukum manapun tak dapat dipungkiri bahwa Rohingya adalah bagian integral dari masyarakat Arakan, maka perlu ada desakan internasional untuk memaksa rezim Presiden Thein Sein untuk menghentikan segala bentuk penyiksaan Rohingya dan membatalkan UU Kewarganegaraan tahun 1982 yang mengeluarkan etnis Rohingya dari daftar etnis yang diakui di Myanmar.
4. Pemerintah Myanmar harus melahirkan hukum yang berdasarkan norma-norma hukum internasional dan hak asasi manusia. Rasialisme sistematis, intoleransi dan Islamophobia harus dihentikan. Tidak ada satupun kelompok etnik yang dapat diberi label “ancaman terhadap keamanan nasional” oleh pemerintah dan rakyat Myanmar. Diskriminasi berdasarkan perbedaan etnis dan intoleransi agama sama sekali tak dapat diterima.
TUNTUTAN ROHINGYA
1. Mendesak Pemerintah Myanmar untuk menghentikan pembantaian dan kekerasan terhadap muslim Rohingya di Arakan.
2. Pemerintah Myanmar harus mengakui hak etnis Rohingya atas kewarganegaraan Myanmar.
3. Proses politik dan demokrasi Myanmar harus bersifat terbuka dan setara bagi semua etnis termasuk bagi etnis Rohingya.
4. Etnis Rohingya harus diperlakukan secara sama dan setara di Arakan dan Myanmar. Hak-hak dan kebebasan mereka harus dihargai dan dijamin oleh negara dan oleh etnis-etnis lain yang hidup di Myanmar.
5. Mendesak PBB dan komunitas internasional serta semua pemerintah negara-negara di dunia untuk menekan pemerintah Myanmar untuk menghentikan segala bentuk kekerasan serta mengembalikan kedamaian dan keamanan di bumi Arakan.
6. Meminta kepada komunitas internasional dan NGO untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para korban kekerasan di Arakan dan di lokasi-lokasi pengungsian.
7. Meminta kepada PBB dan masyarakat internasional untuk menyelenggarakan misi investigasi independen yang imparsial dan obyektif terhadap pembantaian massal terhadap etnis Rohigya di Arakan.
8. Mendesak pemerintah Bangladesh untuk membuka perbatasannya untuk menerima pelarian etnis Rohingya yang terancam keselamatan dan keamanannya di Arakan.
9. Meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk mengambil inisiatif yang positif dan proaktif sebagai negeri muslim terbesar di dunia, sekaligus sebagai tuan rumah dari Sekretariat ASEAN, untuk penyelesaian krisis Rohingya secara permanen.
10. Mendesak PBB untuk segera melakukan intervensi kemanusiaan ke Arakan untuk mencegah lahirnya pembunuhan baru, kekerasan, kerusakan dan perkosaan demi pemeliharaan kedamaian dan keamanan.


SEJARAH ISLAM ARAKAN & KEJAHATAN BURMA PADA ETNIS ROHINGYA


Negara Burma (sekarang Myanmar) terletak di sebelah tenggara benua Asia Tenggara dan sebelah utara berbatasan dengan Cina dan India, Selatan berbatasan dengan Teluk Benggali dan Thailand, timur berbatasan dengan Cina, Thailand dan Laos, sedangkan barat dengan Teluk Benggali, Bangladesh dan India.


Sedangkan propinsi Arakan terletak di barat daya Burma, di pantai Teluk Benggali dan berbatasan dengan Bangladesh. Diperkirakan luas Burma lebih dari 261.000 mil persegi, sedangkan Arakan sekitar 20.000 mil persegi. Antara Burma dan Arakan dipisahkan rangkaian pegunungan yang terbentang dari gunung Himalaya.

Burma memiliki populasi 50 juta jiwa. Sedangkan populasi muslimin sekitar 15% dari total penduduk. Sebagian besar jumlah muslimin mendiami Arakan, mayoritas muslimin, di mana persentasenya melebihi 70%, sisanya Buddha dan sekte-sekte lain.

Burma memiliki beragam etnis yang mencapai 140 suku. Di antara yang paling menonjol adalah suku Shan, Kashen, Karen, Shane, Kaya, Rakhine (Buddha Mag) dan muslimin yang dikenal dengan nama Rohingya. Mereka kelompok kedua setelah orang-orang Burma dan jumlah mereka mencapai 5 juta jiwa.

Keberadaan Muslimin di Arakan

Para sejarawan menyebutkan bahwa Islam sampai ke Arakan pada masa Dinasti Abbasiyyah,yaitu Khalifah Harun Ar-Rasyid, pada abad ke-7 Hijriyyah lewat para pedagang Arab hingga Arakan menjadi Negara merdeka yang dipimpin oleh 48 penguasa muslim secara berturut-turut.

Yang demikian itu lebih dari tiga setengah abad, yaitu antara tahun 1430 M sampai 1784 M. dan mereka meninggalkan peninggalan sejarah Islam berupa masjid-masjid dan madrasah madrasah, di antaranya adalah masjid Badr yang terkenal berada di Arakan. Nama masjid serupa juga dipakai di masjid daerah-daerah pantai di India, Bangladesh, Thailand, Burma dan Malaysia. Dan juga masjid yang terkenal bernama masjid Sandy Khan yang didirikan pada tahun 1430 H.

Penjajahan Burma terhadap Negeri Arakan

Pada tahun 1784 M, Arakan dijajah oleh Raja Burma (Budabay). Ia memasukkan Arakan ke wilayah Burma karena takut penyebaran Islam. Ia pun melakukan pengrusakan di muka bumi, di mana ia menghancurkan peninggalan sejarah Islam berupa masjid dan madrasah, membunuh ulama dan para da’i.

Orang-orang Burman pun terus melakukan tekanan terhadap muslimin dan menjarah harta mereka. Mereka pun menghasut Almag untuk menekan muslimin selama 40 tahun. Tidak sampai disitu penderitaan muslimin, pada tahun 1824 M Inggris menjajah dan memasukkan Burma dalam pemerintahan Kolonial Inggris Hindia.

Pada tahun 1875 M, Inggris menjadikan Burma dan Arakan sebagai koloni yang terpisah dari Inggris Hindia sebagaimana jajahan-jajahan Inggris lainnya.

Pada tahun 1942 M, umat Islam menjadi korban pembantaian dan kebrutalan yang besar oleh orang-orang Almag setelah mereka mendapatkan senjata dai saudara mereka Burma dan para penjajah. Lebih dari 100 ribu nyawa muslim melayang, mayoritas wanita, orang tua dan anak-anak.

Ratusan ribu lainnya diusir keluar Arakan. Saking hebatnya pembantaian itu, orang-orang tua senantiasa mengingat dan menceritakan tragedi itu serta menjadi sejarah

Pada tahun 1947 M, menjelang kemerdekaan Burma diadakan koferensi di kota Peng Long untuk persiapan menyambut kemerdekaan. Semua etnis diundang dalam acara tersebut kecuali muslimin Rohingya untuk menjauhkan mereka dari kelangsungan sejarah dan penentuan nasib mereka.

Pada tanggal 4 Januari tahun 1948 M, Inggris memberikan kemerdekaan kepada Burma dengan syarat memberikan kemerdekaan pula kepada seluruh etnis setelah 10 tahun. Akan tetapi orang-orang Burma ingkar janji, dimana Burma dan Almag terus menjajah muslim Rohingya Arakan serta melakukan praktek keji terhadap muslimin.

Penderitaan Muslim di Arakan

- Pembersihan Etnis

Semenjak militer fasis berkuasa di Burma, yaitu setelah kudeta militer oleh Jenderal Newin pada tahun 1962 M. muslim pun kembali jadi korban penindasan dan kezaliman berupa, pembunuhan, pengusiran, penyitaan tanah dan penanggalan kewarganeraan mereka, atas tuduhan mereka mirip orang-orang Benggali dalam bahasa, agama dan rupa.

- Melenyapkan Identitas dan Peninggalan Islam

Dalam hal ini mereka menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam seperti masjid dan madrasah bersejarah. Sedangkan sisanya dilarang diadakan perbaikan konstruksi. Yang berkaitan dengan peninggalan Islam.

Di samping itu mereka juga berupaya untuk mematikan budaya Islam dan meleburkan muslimin dalam komunitas Burma secara paksa.

Selain itu, muslimin juga diusir secara kolektif dari desa-desa mereka dan tanah mereka serta mendatangkan pemukim Burma dan menempatkan mereka di rumah-rumah yang dibangun dengan harta muslimin. Siapa yang menolak dengan sikap ini, bisa dipastikan nasib mereka adalah mati di penjara-penjara fasis yang tidak mengenal belas kasih.

- Pengusiran yang Berulang kali Secara Kolektif

Pengusiran ini terjadi pada tahun-tahun berikut:

- Tahun 1962 M, yaitu revolusi militer fasis, di mana 300 ribu muslim lebih diusir ke Bangladesh.
- Tahun 1978 M, lebih dari 500 ribu muslim dalam kondisi yang memperihatinkan. 40.000 jiwa melayang dari kalangan orang tua, anak-anak dan wanita. Ini menurut statistik Badan Bantuan Pengungsi PBB.
- Tahun 1988 M, 150 ribu muslim lebih diusir karena pembangunan desa-desa Rakhine untuk perubahan demografi penduduk.
- Tahun 1991 M, hampir 500 ribu muslim diusir. Pengusiran setelah penghapusan hasil pemilu, di mana oposisi memenangkan suara. Karena mereka memilih Partai Demokrat Nasional (NLD) Oposisi.

Muslimin juga dihilangkan hak kewarganegaraannya, di mana KTP mereka sebagai identitas resmi dihapus dan digantikan dengan kartu yang menerangkan bahwa mereka bukan warga Negara. Siapa yang menolak, maka nasibnya akan mati di penjara di bawah siksaan atau kabur keluar wilayah dan menjadi DPO.

Mereka juga disuruh kerja paksa mendirikan barak militer dan jalan untuk pemerintah tanpa diberi upah. Bahkan diberi makan dan minum untuk memberikan kekuatan bekerja pun mereka idak mendapatkannya.

Putera-putera muslimin dilarang melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah atau memasuki kampus-kampus. Jika ada yang melanjutkan keluar, maka akan dimasukan dalam pendataan desa. Saat ia kembali, ia pun ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

Di samping itu, mereka dilarang bekerja jadi pegawai pemerintah. Bahkan orang yang lama bekerja dari zaman penjajahan, akan dipecat dari kepegawaian. Kecuali di beberapa desa dan pekerjaan yang dibutuhkan untuk membantu militer. Mereka pun bekerja tanpa gaji.

Orang-orang Islam dilarang menerima tamu, meskipun saudara atau kerabat mereka. Kecuali telah mendapatkan izin. Adapun bertamu dan bermalam, maka hal itu dilarang sama sekali serta dianggap kejahatan besar dan mendapatkan hukuman yang berat dengan rumah penerima tamu dihancurkan.



NASIB PEDIH MUSLIM ROHINGYA


Presiden Myanmar mengatakan kepada PBB, hanya ada dua solusi untuk sekitar suku Rohingya di negaranya: tinggal di kamp pengungsi atau dideportasi seperti yang dikutip dari republika.co.id.

Nasib Pedih Muslim Rohingya
Presiden Thein Sein mengatakan, Myanmar akan mengirim kaum Rohingya pergi "jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka." "Kami akan mengambil tanggung jawab atas suku-suku etnik kami, tapi tidak mungkin menerima orang-orang Rohingya yang masuk secara ilegal, yang bukan termasuk etnik Myanmar," katanya kepada Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi, Antonio Guterres.

Pada bulan Juni, bentrokan antara kaum Rohingya yang Muslim dan etnik Rakhine mengakibatkan paling tidak 80 orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi.

Setelah puluhan tahun mengalami diskriminasi, kaum Rohingya kini tidak punya negara atau stateless. Myanmar pun membatasi gerak mereka dan tidak memberi hak atas tanah, pendidikan dan layanan publik, demikian dikatakan PBB.

Suku Rohingya yang kehadirannya di Myanmar dan Bangladesh ditolak selama bertahun-tahun menyebabkan banyak diantara mereka yang bermigrasi ke Malaysia atau Thailand. Diperkirakan ada 300 ribu orang yang tinggal di dua negara tersebut.

Menurut badan urusan migrasi dan imigran PBB, UNHCR, sekitar satu juta orang Rohingya kini diperkirakan hidup di luar Myanmar, tapi belum ada negara ketiga yang bersedia menerima mereka.

Misalnya Bangladesh, yang telah menolak perahu-perahu Rohingya yang tiba di perairannya sejak kerusuhan itu.

Meskipun aparat keamanan berhasil meredam kerusuhan, puluhan-ribu orang masih berada di kamp-kamp penampungan pemerintah. Program Pangan PBB melaporkan mereka telah menyediakan makanan untuk sekitar 100 ribu orang.

Etnis Rohingya dan Rakhine kerap saling menuduh soal siapa yang pertama kali melakukan serangan. Bentrokan menyusul insiden pemerkosaan dan pembunuhan seorang wanita pemeluk Budha setempat yang diduga dilakukan salah satu warga Rohingya