Punya 5 Kilang Minyak, Kenapa RI Tetap Doyan Impor BBM?
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut PT Pertamina (Persero) terpaksa mengimpor minyak mentah maupun bahan bakar minyak (BBM). Padahal BUMN tersebut memiliki lima kilang pengolahan minyak.
Menteri ESDM, Sudirman Said menjelaskan, lima kilang minyak milik Pertamina sudah berada dalam kondisi penuaan akut. Artinya, pengolahan minyak sudah tidak lagi efisien dan kompleksitas rendah.
"Kompleksitas rendah itu berarti kilang kita nggak mampu lagi mengolah minyak mentah yang beragam. Jadi cuma jenis tertentu saja, dan produknya pun nggak memberi nilai tambah baik," ucap dia di kantornya, Jakarta, seperti ditulis Senin (17/11/2014).
Diakui Sudirman, Pertamina menanggung rugi rata-rata Rp 10 triliun per tahun akibat pengolahan minyak mentah di kilang tua tersebut. Hal ini sudah terjadi sejak lima tahun terakhir.
Alasannya, dia bilang, karena biaya pengolahan minyak rata-rata mencapai 104 persen dari MOPS atau 4 persen di atas harga MOPS. Inilah yang menjadi dasar Pertamina lebih suka impor ketimbang produksi BBM di dalam negeri.
"Kondisi itu memaksa Pertamina lebih baik impor daripada produksi sendiri, karena semakin banyak produksi semakin banyak rugi. Secara korporat kita ngerti, tapi secara nasional, ini problem besar," tegas mantan Direktur Utama PT Pindad tersebut.
Lebih lanjut Sudirman mengatakan, Indonesia menjadi negara pengimpor gasoline (bensin) dan solar kedua terbesar di dunia. Solar berasal dari Prancis dan bensin impor dari Meksiko.
"Jika digabungkan kita jadi negara importir terbesar di dunia dengan volume 27 ribu barel. Sesuatu yang agak mencemaskan, sementara kita harus menyongsong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi ke depannya," cetus dia. (Fik/Ndw) By Fiki Ariyanti
Menteri ESDM, Sudirman Said menjelaskan, lima kilang minyak milik Pertamina sudah berada dalam kondisi penuaan akut. Artinya, pengolahan minyak sudah tidak lagi efisien dan kompleksitas rendah.
"Kompleksitas rendah itu berarti kilang kita nggak mampu lagi mengolah minyak mentah yang beragam. Jadi cuma jenis tertentu saja, dan produknya pun nggak memberi nilai tambah baik," ucap dia di kantornya, Jakarta, seperti ditulis Senin (17/11/2014).
Diakui Sudirman, Pertamina menanggung rugi rata-rata Rp 10 triliun per tahun akibat pengolahan minyak mentah di kilang tua tersebut. Hal ini sudah terjadi sejak lima tahun terakhir.
Alasannya, dia bilang, karena biaya pengolahan minyak rata-rata mencapai 104 persen dari MOPS atau 4 persen di atas harga MOPS. Inilah yang menjadi dasar Pertamina lebih suka impor ketimbang produksi BBM di dalam negeri.
"Kondisi itu memaksa Pertamina lebih baik impor daripada produksi sendiri, karena semakin banyak produksi semakin banyak rugi. Secara korporat kita ngerti, tapi secara nasional, ini problem besar," tegas mantan Direktur Utama PT Pindad tersebut.
Lebih lanjut Sudirman mengatakan, Indonesia menjadi negara pengimpor gasoline (bensin) dan solar kedua terbesar di dunia. Solar berasal dari Prancis dan bensin impor dari Meksiko.
"Jika digabungkan kita jadi negara importir terbesar di dunia dengan volume 27 ribu barel. Sesuatu yang agak mencemaskan, sementara kita harus menyongsong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi ke depannya," cetus dia. (Fik/Ndw) By Fiki Ariyanti
on Nov 17, 2014 at 06:05 WIB