Lebih Percaya Kepada Koalisi Merah Putih, Minta Agar Batalkan Perjanjian Indonesia-Australia di Laut Timor
Yayasan Peduli Timor Barat atau YPTB akan segera melayangkan sebuah resolusi kepada Koalisi Merah Putih di DPR RI, Jakarta, untuk segera merundingkan kembali semua perjanjian kerja sama antara Indonesia dan Australia di Laut Timor yang dibuat sejak 1973 sampai 1997.
"Perjanjian kerja sama yang dibuat Indonesia-Australia di Laut Timor sejak 1973 sampai 1997 harus dibatalkan dan perlu dirundingkan kembali secara trilateral bersama Timor Leste," ujar Ketua YPTB Ferdi Tanoni di Kupang, menanggapi pernyataan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto soal pentingnya keutuhan NKRI.
Prabowo Subianto sebelumnya menegaskan Koalisi Merah Putih yang menguasai parlemen saat ini akan mendukung sepenuhnya program pemerintahan baru yang pro-rakyat, karena inti perjuangan KMP di Senayan adalah menjaga keutuhan NKRI. Keutuhan NKRI tersebut antara lain menyangkut kemandirian pangan, energi, politik, serta budaya yang harus tetap dijaga sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945, guna mewujudkan Indonesia bangkit dan terus berkibarnya Sangsaka Merah Putih di Bumi Pertiwi.
"Pernyataan Prabowo tersebut sangat menyentak hati kami, ketika semua kekayaan di Laut Timor, seperti minyak dan gas bumi, hampir 80 persen dikuasai Australia dengan modus perjanjian kerja sama yang dibuat bersama Indonesia dari 1973 sampai 1997. Ini yang perlu kita lawan seperti yang diisyaratkan Prabowo," kata Ferdi Tanoni, yang juga pemerhati Laut Timor itu.
Mencermati pandangan yang dilontarkan Prabowo tersebut, Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia itu memandang penting untuk melayangkan sebuah resolusi tentang Laut Timor kepada Koalisi Merah Putih yang menguasai Senayan saat ini agar segera mengagendakan pertemuan dengan Australia.
Menurut dia, semua perjanjian kerja sama yang dibuat Indonesia-Australia di Laut Timor dari 1973 sampai 1997 harus dibatalkan dan dirundingkan kembali secara trilateral dengan Timor Leste sebagai sebuah negara baru, setelah menyatakan berpisah dengan Indonesia melalui referendum pada 1999.
Tanoni menjelaskan, perundingan kembali secara trilateral itu dengan menggunakan prinsip garis tengah (median line) dalam menetapkan batas wilayah maritim secara permanen dan kredibel di antara ketiga negara di Laut Timor.
"Ini merupakan konsekuensi logis dari perubahan geopolitik yang sangat signifikan di kawasan Laut Timor dengan lahirnya sebuah negara baru bernama Republik Demokratik Timor Leste (RDTL)," kata penulis buku Skandal Laut Timor: Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta itu.
Ia menegaskan perjanjian yang dibuat Indonesia-Australia itu sangat merugikan rakyat Indonesia yang ada di Pulau Timor bagian barat Nusa Tenggara Timur, karena tidak menikmati sedikit pun hasil yang diperoleh dari kandungan Laut Timor yang kaya raya itu.
"Perjanjian kerja sama yang sarat muata politis itu secara langsung atau tidak langsung telah membuat rakyat Indonesia di Pulau Timor bagian barat NTT dimiskinkan secara sistematis. Karena itu, perundingan kembali secara trilateral merupakan sebuah keharusan politik yang tidak bisa ditawar-tawar lagi," katanya menegaskan.
Prabowo Subianto sebelumnya menegaskan Koalisi Merah Putih yang menguasai parlemen saat ini akan mendukung sepenuhnya program pemerintahan baru yang pro-rakyat, karena inti perjuangan KMP di Senayan adalah menjaga keutuhan NKRI. Keutuhan NKRI tersebut antara lain menyangkut kemandirian pangan, energi, politik, serta budaya yang harus tetap dijaga sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945, guna mewujudkan Indonesia bangkit dan terus berkibarnya Sangsaka Merah Putih di Bumi Pertiwi.
"Pernyataan Prabowo tersebut sangat menyentak hati kami, ketika semua kekayaan di Laut Timor, seperti minyak dan gas bumi, hampir 80 persen dikuasai Australia dengan modus perjanjian kerja sama yang dibuat bersama Indonesia dari 1973 sampai 1997. Ini yang perlu kita lawan seperti yang diisyaratkan Prabowo," kata Ferdi Tanoni, yang juga pemerhati Laut Timor itu.
Mencermati pandangan yang dilontarkan Prabowo tersebut, Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia itu memandang penting untuk melayangkan sebuah resolusi tentang Laut Timor kepada Koalisi Merah Putih yang menguasai Senayan saat ini agar segera mengagendakan pertemuan dengan Australia.
Menurut dia, semua perjanjian kerja sama yang dibuat Indonesia-Australia di Laut Timor dari 1973 sampai 1997 harus dibatalkan dan dirundingkan kembali secara trilateral dengan Timor Leste sebagai sebuah negara baru, setelah menyatakan berpisah dengan Indonesia melalui referendum pada 1999.
Tanoni menjelaskan, perundingan kembali secara trilateral itu dengan menggunakan prinsip garis tengah (median line) dalam menetapkan batas wilayah maritim secara permanen dan kredibel di antara ketiga negara di Laut Timor.
"Ini merupakan konsekuensi logis dari perubahan geopolitik yang sangat signifikan di kawasan Laut Timor dengan lahirnya sebuah negara baru bernama Republik Demokratik Timor Leste (RDTL)," kata penulis buku Skandal Laut Timor: Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta itu.
Ia menegaskan perjanjian yang dibuat Indonesia-Australia itu sangat merugikan rakyat Indonesia yang ada di Pulau Timor bagian barat Nusa Tenggara Timur, karena tidak menikmati sedikit pun hasil yang diperoleh dari kandungan Laut Timor yang kaya raya itu.
"Perjanjian kerja sama yang sarat muata politis itu secara langsung atau tidak langsung telah membuat rakyat Indonesia di Pulau Timor bagian barat NTT dimiskinkan secara sistematis. Karena itu, perundingan kembali secara trilateral merupakan sebuah keharusan politik yang tidak bisa ditawar-tawar lagi," katanya menegaskan.
Sumber : http://www.suaranews.com/2014/10/lebih-percaya-kepada-koalisi-merah.html#ixzz3GjUuVO2H
Sumber : http://www.suaranews.com/2014/10/lebih-percaya-kepada-koalisi-merah.html#ixzz3GjUF4SKI