Rabu, 11 September 2013



BAGAIMANA DAN KAPAN KHILAFAH RUNTUH
Segala puji bagi Allah , kepada-Nya kami memuji, meminta pertolongan dan memohon ampunan. Dan kami memohon perlindungan Allah dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa ditunjuki Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa disesatkan Allah, maka tidak ada yang dapat menunjukinya.
Wahai saudara-saudaraku!
As salaamu alaikum Wa  rahmatullahi Wa barakaatuh.
Saya mohon kepada Allah Azza Wa Jalla, semoga Dia berkenan menerima amal perbuatan kita semua. Menerima keberangkatan kalian ke medan perang, menerima hijrah kalian, menerima jihad kalian, dan menerima keluarnya kalian dari tanah air kalian semata mengharapkan keridha`an-Nya. Dan saya memohon kepada Allah agar kiranya Dia berkenan mengaruniakan kepada kita keikhlasan dan keistiqomahan (ketetapan dan kelurusan), sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Dekat lagi mengabulkan permohonan.
Wahai saudara-saudaraku!
Setiap orang yang datang ke sini (berjihad di Afghanistan) mungkin akan bertanya pada dirinya,’ Kenapa saya datang ke sini?’. ‘Apa sebenarnya kewajiban saya dalam jihad ini?’. ‘Apa tujuan saya  selama membela jihad ini?’. ‘Hasil apa yang saya dapat petik dari jihad ini?’.
Pertanyaan-pertanyaan ini mestinya muncul dalam hati setiap ikhwan yang datang kemari, meskipun hal itu hanya sebentar saja. Dan mestinya muncul juga di dalam hatinya pertanyaan, ‘Adakah keberadaanku di sini biasa-biasa saja?’. ‘Adakah Islam menuntut saya harus beramal di negeri ini?’. ‘Ataukah ada negeri yang lebih subur, yang memungkinkan saya beramal buat agama ini sehingga mendatangkan hasil dan buah yang lebih baik dan jauh lebih banyak jika dibandingkan saya beramal di sini?’.
1st. MENGAPA KITA DATANG DAN APA YANG KITA KEHENDAKI?
Kita datang dengan beberapa alasan:
Pertama : Oleh karena Allah AzzaWa Jalla memerintahkan kita pergi berperang di jalan-Nya, sementara kewajiban jihad (sekarang ini) merupakan fardhu `ain bagi seluruh kaum muslimin. Karena itu kewajiban tersebut harus dilaksanakan sebagaimana kita semua melaksanakan kewajiban shalat dan puasa.
Kami sering mengemukakan bahwa dalam kaidah syar`i : apabila musuh melanggar sejengkal dari wilayah kaum muslimin, maka jihad menjadi fardhu `ain bagi penduduk wilayah tersebut. Di mana dalam keadaan seperti ini, seorang anak wajib keluar (berjihad) tanpa harus meminta idzin pada orang tuanya, orang yang berhutang wajib keluar (berjihad) tanpa harus meminta idzin kepada orang yang berpiutang (memberi pinjaman) padanya, seorang perempuan dengan disertai muhrimnya wajib keluar tanpa harus meminta idzin kepada suaminya. Jika penduduk di wilayah itu tidak mencukupi jumlahnya untuk mengusir musuh, atau karena tidak mampu, atau karena mereka bermalas-malasan, atau karena mereka enggan pergi berjihad, maka fardhu `ain tersebut meluas  kepada orang-orang yang berada di dekat wilayah tersebut. Dan jika jumlah itupun kurang mencukupi, atau karena mereka tidak mampu, atau karena mereka enggan berjihad, maka fardhu `ain tersebut meluas dan meluas terus mengikuti bentuk lingkaran. Dan kemudian yang berada di dekatnya dan kemudian yang berada di dekatnya sampai fardhu `ain tersebut merata ke seluruh bumi. Suatu fardhu yang tidak boleh ditingalkan sebagaimana shalat dan puasa.
Jadi kita datang untuk melaksanakan kewajiban. Ini adalah alasan yang pertama. Kewajiban ini kedudukannya seperti kewajiban shalat dan puasa sebagaimana hal tersebut dinyatakan oleh para fuqaha`. Orang yang meninggalkan jihad pada saat sekarang ini hukumnya seperti orang yang meninggalkan puasa, seperti orang yang makan dengan sengaja pada bulan Ramadhan, padahal dia sehat dan tidak sedang dalam bepergian (safar). Atau seperti orang yang meninggalkan shalat. Ibnu Taimiyah berfatwa :
“Musuh yang menyerang, yang merusak agama dan dunia, maka tidak ada sesuatu yang lebih wajib sesudah iman selain dari padanya menolaknya”.
Jadi kewajiban pertama kali adalah tauhid  Asyhaduanlaa ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan rosulullah, kemudian menolak serangan musuh. Karena menolak serangan musuh inilah yang nantinya akan melindungi shalat, puasa dan syi`ar-syi`ar agama yang lain, seperti jilbab, jenggot dan segala sesuatu dalam Islam. Dan jika tidak ada upaya menolak serangan musuh, maka semua perkara-perkara itu tidak akan terpelihara.
Kedua: Kita datang untuk menolong orang-orang yang teraniaya, sedangkan menolong orang yang teraniaya itu adalah satu kewajiban. Membela orang yang teraniaya melawan orang yang berlaku aniaya adalah wajib, meskipun orang yang teraniaya itu orang kafir atau orang musyrik. Rabbul Izzati tidak rela adanya penganiayaan terhadap golongan non muslim di dalam masyarakat Islam. Oleh karena itu ketika seorang Yahudi dizhalimi karena dituduh mencuri baju besi padahal dia bukan pencurinya, maka Allah menurunkan ayat untuk membebaskan dia dari dakwaan yang dilontarkan kepadanya.
Adapun ceritanya adalah demikian : Pernah di zaman Rasulullah saw dahulu, seorang Yahudi dituduh mencuri baju besi padahal dia tidak melakukannya. Sebenarnya yang melakukan pencurian tersebut adalah seorang muslim, namanya Thu`mah bin Ubairiq. Ketika orang hampir menyingkap perbuatannya, maka kaum kerabatnya berupaya menyelamatkan Thu`mah dari tuduhan, mereka membawa baju besi yang dicurinya dan meletakkannya di rumah seorang Yahudi agar orang-orang melemparkan tuduhan kepadanya. Untuk menyempurnakan rencana mereka, maka mereka membawa karung berisi tepung yang bagian bawahnya mereka lubangi. Karung tersebut mereka pikul dari rumah orang yang kehilangan baju besi ke rumah orang Yahudi tersebut. Isi karung tersebut berceceran sehingga semacam menunjukkan jejak si pencuri dan berakhir di pintu rumah orang Yahudi. Maka orang-orang mengikuti jejak pencuri melalui ceceran tepung tersebut dan menemukan baju besi curian di dalam rumah seorang Yahudi. Berhubung barang bukti ditemukan di rumahnya, maka orang Yahudi itu dituduh sebagai percurinya. Namun dia menyangkal dengan keras bahwa bukan dia yang mencurinya. Kemudian orang banyak mengalihkan tuduhan kepada Thu`mah bin Ubairiq, yang memang sejak semula sudah mereka curigai. Mereka membawa Thu`mah menghadap Rasulullah saw. lalu datanglah kaum kerabatnya menemui Rasulullah saw. Mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa Thu`mah tidak mencuri baju besi tersebut, yang mencurinya adalah orang Yahudi. Lalu Allah Azza Wa Jalla menurunkan dari langit sepuluh ayat dalam surat An Nisa` (ayat: 105 – 115 ) yang akan dibaca siang dan malam sampai hari kiamat, menyatakan bebasnya seorang Yahudi dari tuduhan mencuri dan menetapkan pelaku pencurian itu pada seorang lelaki yang mengerjakan shalat, menunaikan zakat dan berpuasa di bulan Ramadhan (seorang Muslim).
Membela orang yang teraniaya meskipun orang tersebut adalah orang Yahudi merupakan prinsip yang dijaga teguh oleh agama Islam. Kapan ayat-ayat yang membela seorang Yahudi tersebut turun? Ayat-ayat tersebut turun pada saat golongan Yahudi membidikkan anak-anak panah mereka kepada dakwah Islam dan pemimpinnya. Mereka bermaksud mencabut tunas dienul Islam yang sedang berkembang di Madinah sampai  ke akar-akarnya. Pada saat di mana golongan Yahudi membuat rencana busuk, menunjukkan sikap permusuhan, memasang jerat mereka dan menguatkan tipu daya mereka, terjadilah peristiwa ini. Namun demikian Al  Qur`an tidak mendiamkan kedzaliman yang ditimpakan kepada lelaki Yahudi itu, maka Allah membebaskannya dari tuduhan dan menetapkan pelaku pencurian itu kepada seorang muslim yang mengerjakan shalat, menunaikan zakat, dan menghidupkan syi’ar-syi’ar agama lain.
Jika demikian, orang yang teraniaya harus dibela dan ditolong. Sebagaimana telah ditetahui dalam fiqh Islam, bahwasanya apabila budak perempuan majusi, atau Nasrani atau Yahudi meminta pertolongan kepada tuannya yang muslim, karena kehormatannya dinodai seseorang, maka wajib bagi muslim tersebut membela kehormatannya dan melindunginya dengan segala kekuatan yang dimilikinya. Oleh karena menyelamatkan orang-orang yang tertindas merupakan salah satu tujuan jihad………
                                    (khot)
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang tertindas, baik laki-laki, wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa,’Wahai Tuhan kami!, keluarkanlah kami dari negeri yang dzalim penduduknya ini dan berilah kami pelindung serta penolong dari sisi Engkau” (Qs. An Nisaa’:75).

Menyelamatkan golongan lemah dan tertindas merupakan kewajiban bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, ketika Umar bin Al Khaththab melihat seorang laki-laki  Yahudi meminta-minta di pintu masjid, maka iapun menangis dan berkata,
“Siapakah engkau?”. 
“Saya seorang ahli dzimmah”. Jawabnya.
Umar berkata,”Kami tidak berlaku adil padamu. Kami telah mengambil jizyah darimu pada saat mudamu. Lalu pada masa tuamu kami sia-siakan dirimu”.
Kemudian Umar menetapkan tunjangan untuknya dari harta baitul mal.
Jadi, pembelaan kita terhadap bangsa Afghan termasuk kewajiban, mengingat bangsa Afghan adalah golongan yang didzalimi. Apalagi mereka adalah bangsa muslim; dimana kehormatannya dilanggar dan diinjak-injak; harta bendanya dirampas; masjid-masjidnya dihancurkan dan madrasah-madrasahnya diruntuhkan!!
Ketiga:
Untuk menambah dan mengumpulkan perbendaharaan pahala serta kebaikan dalam timbangan dan dalam lembaran catatan amal perbuatan kita di sisi Rabbul ‘Alamin. Sebab, tidak ada amal perbuatan yang lebih besar pahalanya daripada jihad, sebagaimana jawaban Rasulullah saw. sewaktu ditanya:


                                                (khot)
“Amal perbuatan apakah yang bisa menyamai (pahala) berjihad fie sabilillah ‘Azza wa Jalla?”. Beliau menjawab,’Kalian tidak akan mampu mengerjakannya’. Mereka kembali mengulang pertanyaannya dua atau tiga kali, dan beliau selalu menjawab,’ Kalian tidak akan mampu mengerjakannya’. Kemudian pada yang ketiga kalinya Rasulullahbersabda,’Perumpamaan mujahid di jalan Allah seperti orang yang berpuasa dan berdiri shalat dengan khusyu’ dan tidak menghentikan puasa serta shalatnya sampai seorang mujahid kembali dari medan perang”. (HR. Muslim: 4869)
Dalam hadits hasan disebutkan:

                                    (khot)
“Ribath (berjaga-jaga di perbatasan) sehari di jalan Allah adalah lebih baik daripada seribu tahun di tempat lain” (HR. ???)
Sehari bernilai seribu hari!!
Abu Bakar Al Arabi berkata,”Sesungguhnya amal kebaikan berlipat ganda di bumi ribath. Seperti pahala puasa, shalat, dan yang lain, berdasarkan hadits diatas”.
Rasulullah saw. telah menunjukkan dengan nash hadits yang jelas bahwa berpuasa di front pertempuran atau di medan  ribath berlipat ganda pahalanya.
Sabdanya:

                                    (khot)

 “Barang siapa berpuasa sehari di jalan Allah –yakni dalam jihad- niscaya akan dijauhkan oleh Allah dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun perjalanan”.(HR.???)

Semua amal kebaikan berlipat ganda pahalanya. Dan tidak ada yang lebih besar pahalanya dari pada ibadah jihad. Oleh karena itu  Rabbul ‘Izzati menyangkal perkataan beberapa orang sahabat yang berdebat pada hari Jum’at di dekat mimbar Rasulullah saw. Kata salah seorang diantara mereka, “Aku tidak peduli apakah sesudah Islam aku melakukan suatu amal perbuatan atau tidak, kecuali memberi minum orang-orang yang mengerjakan haji”. Yang lain menyanggah , “Aku tidak peduli, apakah sesudah Islam aku melakukan suatu amal atau tidak, kecuali memakmurkan Masjidil Haram”. Seorang lagi mengatakan,“ Jihad di jalan Allah itu lebih baik dari apa yang kalian katakan”.. Kemudian Umar menegur, “Janganlah kalian meninggikan suara kalian di dekat mimbar Rasulullah. Nanti jika shalat Jum’at sudah selesai, aku akan menanyakan pada Rasulullah”. Kemudian turunlah ayat:

                        (khot)
“Apakah (orang-orang) yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan memakmurkan Masjidil Haram kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang dzalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan nyawa mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhaan dan surga. Mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Qs. At Taubah: 19-22)
Ayat yang diturunkan Rabbul ‘alamin ini memberikan ketetapan yang tegas dan pasti bahwa kita tidak boleh mempersamakan antara orang yang memberi minum kepada orang-orang yang berhaji dan memakmurkan masjidil Haram serta beri’tikaf di sana dengan mujahid yang berjihad di jalan Allah. (Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan nyawa mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah)
Keempat:
Mudah-mudahan Allah memberikan karunia kepada kita syahadah (mati syahid) di jalan-Nya. Jalan pintas menuju surga adalah mati syahid di jalan Allah. Untuk itu seseorang harus melakukan hijrah, i’dad kemudian ribath, serta jihad. Apabila Allah menutup keempat fase ini dengan syahadah, maka itulah mahkota yang dipakaikan Allah Azza Wa Jalla atas khatimatul ‘amal (amal yang paling penghujung).
Kalian mengetahui bahwa orang mati syahid diampuni segala dosanya kecuali  hutang. Tapi menurut para fuqaha’ ,apabila seseorang mempunyai hutang, sedangkan dia belum mempunyai sesuatu (belum mampu) untuk membayarnya,  maka dia harus teap berangkat jihad, tidak perlu menunggu idzin orang yang menghutanginya. Bahkan persoalan hutang dalam keadaan seperti ini adalah seperti jawaban Syeikh Islam Ibnu Taimiyyah ketika beliau ditanya, “Ada seseorang yang berhutang, lalu datang perintah berperang di jalan Allah. Apakah dalam keadaan seperti ini dia boleh pergi berperang?”. Beliau menjawab, “Jika dia mempunyai sesuatu untuk membayar hutang, maka hendaknya lebih dulu dia menyelidiki apakah harta dari pembayaran hutang tersebut akan dipergunakan untuk kepentingan jihad ataukah akan dipergunakan untuk kepentingan pribadi orang yang menghutanginya. Jika orang yang berpiutang itu akan mempergunakan harta pembayaran tersebut untuk berjihad, maka dia harus membayarnya. Namun jika tidak, maka dia tidak perlu membayarnya segera. Hendaknya dia pergi berperang di jalan Allah dengan mempergunakan harta yang sedianya untuk membayar hutang. Kemudian jika dia telah kembali,maka dia harus segara membayarnya. Adapun jika orang yang berpiutang tadi hendak memakai harta pembayaran hutang itu untuk berjihad, maka ada dua kebaikan yang dapat diwujudkan. Kebaikan melunasi hutang dan kebaikan dari pemakaian dari harta tersebut didalam jihad. Adapun jika dia tidak mempunyai sesuatu untuk melunasi hutangnya, maka hendaknya dia pergi berperang dan tidak usah terpancang pada sesuatu apapun”.
Ada pula keadaan di mana seseorang yang berhutang boleh pergi berperang tanpa harus meminta idzin kepada orang yang berpiutang padanya:
1.      Jika dia memakai harta tersebut untuk berjihad.
2.      Jika orang tersebut memang tidak (belum) mempunyai sesuatu untuk membayar hutangnya.
Allah Azza Wa Jalla akan mengampuni dosa-dosanya. Karena dalam hadits yang lain disebutkan bahwa:
(khot)

“Barangsiapa mengambil (meminjam) harta orang dan ia punya niat untuk melunasinya, maka Allah akan melunasi hutangnya”.(Al Hadits)
Demikian juga apa yang dikatakan oleh Imam Nawawi:
“Pada hari kiamat. Rabbul Izzati meminta kerelaan hati orang-orang yang berpiutang. Sewaktu mereka menuntut seseorang yang pernah berhutang kepada mereka di dunia, sedangkan orang itu mati syahid sebelum sempat membayar hutangnya. Allah Azza Wa Jalla berfirman kepadanya, “Lihat dibelakangmu!!” Maka diapun menoleh ke belakang dan melihat sebuah istana yang indah, lalau dia bertanya,”Milik siapa istana itu wahai Rabbku?” Allah menjawab, “Untukmu jika engkau memaafkan saudaramu”. Kemudian dia memaafkan saudaranya. Maka Allah memberikan istana tersebut untuk menyenangkan hatinya.
Maka dari itu seluruh dosa diampuni dengan sebab syahadah di jalan Allah. Seperti diketahui bahwa orang yang mati dalam keadaan berribath tidak disiksa, tidak difitnah dalam kuburnya dan tidak ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir. Di samping itu amal perbuatannya tidak terputus, rizqinya tidak dihentikan dan tidak putus-putusnya sampai hari kiamat. Rasulullah saw bersabda:


                                    (khot)
“Tiada seseorang yang mati melainkan terputus amal perbuatannya, kecuali orang yang mati dalam keadaan ribath. Sesungguhnya amal perbuatannya  akan senantiasa dikembangkan baginya sampai hari kiamat”. (Al Hadits)
Setiap hari akan ditambahkan pada lembar catatan amalnya, dengan catatan amal yang lebih baik dari pada amal perbuatannya sewaktu berribath. Allah Azza Wa Jalla memperbesar dan mengembangkan amalan baiknya, sehingga yang dulu hanya sebesar biji atom, pada hari kiamat menjadi besar seperti gunung. Jika demikian halnya, mudah-mudahan Allah Azza Wa Jalla memberikan kita karunia syahadah di jalan-Nya.

                                                (khot)

“Sesunguhnya orang yang mati syahid di jalan Allah memperoleh tujuh hal di sisi Allah: Diampuni dosanya sejak dari pertama darahnya mengucur, dilindungi dari siksaan kubur, diperlihatkan padanya (bakal) tempat duduknya di surga, aman dari kedahsyatan hari kiamat, dikenakan padanya mahkota kebesaran, yang sebuah permata dari padanya lebih baik dari dunia dan seisinya, diperistrikan dengan tujuh puluh dua orang bidadari dan diberikan hak untuk memberikan syafa’at kepada tujuh puluh orang keluarganya”.(HR. At Tirmidzi)
Hadits ini shahih dikeluarkan oleh Syeikh Albani dalam Shahih Jami’ nya, dan ahli hadits yang lain mengesahkannya.
Kelima:
Mudah-mudahan Allah menganugerahkan karunia kepada kaum muslimin di bumi berupa tegaknya sebuah masyarakat Islam dan tegaknya sebuah daulah Islam.
Wahai saudara-saudaraku!
Sesungguhnya Dienul Islam tidak akan teraplikasikan dengan sempurna jika tidak melalui pemerintahan Islam. Dan seorang muslim tidak akan mungkin dapat menjalankan keislamannya sesuai dengan yang dikehendaki Allah, jika tidak berada di bawah bendera Islam dan di lingkungan masyarakat Islam.
Para ulama berfatwa,’Tidak boleh kaum muslimin bermalam sehari tanpa adanya seorang khalifah yang bertugas menegakkan hukum-hukum Allah dalam masyarakat mereka’.
Maka dari itu, menegakkan khilafah rasyidah dan mengembalikan masyarakat Islam ke alam wujud merupakan suatu faridhah bagi setiap muslim sebagaimana faridhah shalat, puasa, zakat dan yang lainnya. Setiap harakah Islam yang telah berdiri atau yang akan berdiri namun tidak mempunyai tujuan dan cita-cita menegakkan hukum Islam dalam manhajnya, maka harakah tersebut tidak dianggap sebagai harakah Islam yang benar. Oleh sebab, harakah tersebut telah kehilangan legitimasi atas eksistensinya sebagai harakah Islam yang berhak menghidupkan Islam dan hendak mengalirkan darah ke urat-urat nadi yang telah kering.
Adapun mengenai pemerintahan Islam….maka seluruh dunia telah tahu bahwa kekuatan itu merupakan ancaman yang paling berbahaya bagi mereka, sebab pemerintahan Islam merupakan menara api yang akan mampu mengumpulkan kaum muslimin dari semua tempat.Yang akan mampu menyatukan serta menghimpun mereka dari keterceraiberaian, sehingga mereka menjadi kaum yang bersatu padu dalam segala aspek kehidupan, yang berhukum dengan Al Qur’an dan As sunnah dan diatur seorang pemimpin yang namanya Amirul Mukminin atau Khalifah.
Oleh karena itu musuh-musuh Islam berupaya selama tiga abad berturut-turut untuk meruntuhkan bangunan tinggi yang bernama khilafah Islam.
Toynbee –Sejarahwan Inggris- berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa kami membenci bangsa Turki yang fanatik dengan kebencian yang amat dalam. Sebab mereka melihat kami dengan sikap merendahkan dan menganggap kami ini adalah orang-orang kafir. Kami telah berbuat banyak untuk menghancurkan senjatanya yakni moralnya dengan menciptakan revolusi yang digerakkan oleh tangan-tangan mereka sendiri. Ketika senjata itu telah hancur, maka mereka berusaha mengikuti dan meniru kami, namun tidak dapat. Maka pantaslah bagi bangsa Turki sekarang untuk mengatakan seperti yang dikatakan kitab Taurat, “Kami merasa bangga dekat dengan kalian tapi kalian tidak melompat-lompat kegirangan, dan kami merasa sedih tapi kalian tidak turut bersedih “.
Senjata moral itu ialah pengakuan,’ Sesungguhnya saya muslim. Saya adalah manusia yang paling mulia di atas bumi. Dan sesungguhnya orang kafir itu…..(adalah seperti yang difirmankan Allah) :

                                    (khot)
“Dan barang siapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun yang memuliakannya”. (Qs. Al Hajj: 18)

                                    (khot)
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk menurut pandangan Allah ialah orang-orang kafir, disebabkan mereka tidak mau beriman”. (Qs. Al Anfal: 55)

                                    (khot)
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan untuk (isi) neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Kami) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Kami), dan mereka punya telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Kami). Nereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Qs. Al A’raf: 179)
Upaya orang-orang kafir untuk meruntuhkan Khilafah Islam luar biasa gencarnya. Tangan-tangan mereka bersatu membentuk satu kekuatan …Seluruh lembaga-lembaga, yayasan-yayasan, dan organisasi-organisasi mereka membuat rencana jahat, memasang jerat dan memainkan tipu dayanya sehinga runtuhlah bangunan besar yang menghimpun kaum muslimin di seluruh bumi. Padahal dulunya, apabila Khalifah atau Mufti mengumumkan maklumat “Besok puasa”, maka seluruh kaum muslimin akan berpuasa. Dan apabila pada tanggal 29 atau 30 Ramadhan mengumumkan maklumat “Besok ‘Idul Fitri”, maka seluruh kaum muslimin akan merayakan ‘Idul Fitri. Bila Khalifah menunjuk dengan jari tangannya di Istanbul,  - Nama yang benar adalah Islambul, yang berarti kota Islam, bukan Istanbul. Orang-orang Barat tidak mau mengatakan Islambul dan mengubahnya menjadi Istanbul karena mereka benci mendengar nama Islam - dan berkata, “Daerah anu terancam oleh serangan orang-orang kafir”, maka bergeraklah seluruh tentara muslim dari segala penjuru untuk menolak bahaya yang mengancam daerah tersebut. Yang seperti ini membuat mereka gelisah, seperti yang dikatakan salah seorang Orientalis bernama Camble, “Tak mungkin wilayah yang luas ini, yang bernama negeri Islam, yang berkomunikasi dengan satu bahasa, yang menyembah satu Tuhan, yang menghadap satu kiblat; dapat dikuasai kecuali bila kita bisa mencerai beraikan dan memecah belahnya terlebih dahulu”.
Lalu bagaimana cara memecah belahnya?? Jalan yang paling mudah untuk memecah belahnya adalah meruntuhkan menara api yang mengumpulkan mereka dan meruntuhkan bangunan tinggi yang menghimpun mereka. Apabila khilafah sudah lenyap, maka kaum musliminpun akan tercerai berai seperti kawaan domba di malam yang dingin. Setiap jagal akan menghunus pisaunya dan menyembelih sesukanya. Dan tidak ada sesuatu yang bisa mencegahnya. Inilah keadaan yang terjadi sekarang.
2nd.          BAGAIMANA MEREKA MENJATUHKAN KHILAFAH.
Pasukan Turki pernah masuk sampai ke negeri Austria…. Sampai sekarang ada salah satu jalan di kota Wiena yang bernama Thabur (artinya berbaris). Di jalan tersebut, pasukan Turki dahulu berbaris setelah manaklukkan kota Wiena. Bahkan mereka hampir memasuki kota Leningrad (dahulu bernama Pietersburg). Andaikan saja bukan karena kelengahan Panglima Pasukan Turki, yang berhasil diperdaya oleh permaisuri Pieters the Great untuk tidak memasuki kota tersebut, maka Leningrad pasti dapat dikuasai oleh kaum muslimin. Dulu, 90% wilayah (bekas) Uni Soviet telah menjadi negeri Islam. Selama dua abad Moscow membayar jizyah kepada penguasa Turki. Hal itu terus berlanjut sampai tahun 1452 M. Baru ketika Tsar Ivan IV berkuasa, keadaan berubah, mereka mulai mencaplok negeri-negeri kecil yang terletak di sekitar Moscow. Satu demi satu  wilayah Islam berhasil mereka kuasai.
Karena itu dunia tahu makna keberadaan pemerintahan Islam. Keberadaan pemerintahan Islam di suatu tempat akan mencabut legalitas pemerintahan di seluruh bumi dan memberikan hak bagi pemerintahan ini untuk mengarahkan dan memimpin kaum muslimin di seluruh belahan bumi. Apabila Daulah Islam telah berdiri di suatu tempat, sementara ada pemeluk Islam lain yang tidak dapat menegakkan syi’ar-syi’ar agama dan beramar ma’ruf nahi munkar di negeri kelahirannya, maka para ulama mewajibkan atasnya untuk berhijrah dari negeri kelahiranya ke negeri yang  telah ditegakkan di sana pemerintahan Islam dan diterapkan pula syari’at Islam.
Bila demikian, maka keberadaan pemerintah Islam di bumi merupakan perkara yang sangat penting bagi kaum muslimin. Dan dianggap ancaman potensial oleh musuh-musuh Islam. Sebagaimana telah saya katakan bahwa kaum Yahudi bekerja cukup lama untuk mewujudkan impian mereka, khususnya pada 50 tahun terakhir sebelum negara Israil berdiri; dari tahun 1897 M sampai tahun 1947 M. Mereka bekerja secara kontinyu sampai akhirnya mereka berhasil menyingkirkan Sultan Abdul Hamid melalui persekongkolan orang-orang Masoni di Salanik tahun 1908 M. Mereka berhasil memaksakan undang-undang persamaan hak antara orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Islam. Dimana sebelum itu orang Yahudi maupun orang Nasrani diperlakukan berbeda dengan orang Islam. Maka dari itu mereka betul-betul merasa geram terhadap peraturan-peraturan itu. Mereka merasa dihina dan direndahkan karena dianggap lebih rendah tingkatannya dari kaum muslimin.
Memang kaum muslimin mempunyai hak dan kewajiban, akan tetapi itu terhadap sesamanya; tidak terhadap orang-orang Nasrani dan Yahudi. Sehingga kedudukan mereka jauh lebih tinggi dari orang-orang Nasrani dan Yahudi.  Keadaan ini berjalan sampai undang-undang persamaan dimaklumatkan.
Maka dari itu mereka tahu betul, apa makna Islam , apa makna khilafah Islam dan apa makna pemerintahan Islam.
Bahkan pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, aturan-aturan itupun berlaku terhadap mereka. Dan peraturan ini terus diberlakukan pada masa-masa Khilafah Islam atau pemerintahan Islam Turki.
Oleh karena itu, orang-orang kafir (barat) berupaya meruntuhkan Khilafah Islam dengan jalan memperalat Musthafa Kamal untuk mencapai tujuannya.
Musthafa Kamal, asal keturunannya tidak diketahui dengan jelas. Tapi sumber yang kuat mengatakan bahwa ibu Musthafa Kamal adalah seorang wanita Yahudi bernama Zubaidah. Pada masa mudanya bekerja sebagai pelayan bar di kota Salonika. Salonika adalah daerah kekuasaan Daulah Utsmaniyah yang menjadi ibu kota negeri orang-orang Yahudi. Di sana ada 120.000 orang Yahudi pada saat itu. Kota itu menjadi markas mata-mata kaum Zionis dan menjadi sarang perkumpulan-perkumpulan mereka. Ibunya menikah dengan “Ali Ridha”, namun setelah itu di antara mereka terjadi konflik (perceraian). Maka dari itu setelah Musthafa Kamal berkuasa, dia datang ke kantor catatan sipil dan menghapus silsilahnya sendiri. Dia tidak mengakui Ali Ridha sebagai bapaknya. Selanjutnya Musthafa Kamal menghapuskan pemakaian silsilah di negeri Turki. Dia berkata: “Tak seorangpun boleh menisbatkan dirinya (menyebutkan asal keturunannya) kepada bapaknya, kakeknya dan keluarganya”……Jika nama lengkap seseorang adalah Ahmad Shaleh ‘Ali (yakni Ahmad bin Muhammad bin Shaleh bin ‘Ali) maka dia harus menyebutkan namanya menjadi Ahmad Qomar, atau Ahmad Syamsu, atau Ahmad  Ardhu atau Ahmad Zahrah dan lain sebagainya. Ini adalah sunah-sunah setani yang mereka ciptakan di negeri Pakistan dan negeri-negeri yang lain. Agar supaya manusia tidak mempunyai pertalian dengan kakeknya atau karib kerabatnya atau kabilahnya. Dan itu merupakan rekayasa kaum Yahudi agar mereka dapat memunculkan pemimpin-pemimpin yang tidak mempunyai silsilah keturunan. Dengan demikian mereka dapat menyusupkan anak keturunan mereka sebagai penguasa bangsa Arab.
Banyak diantara para penguasa di negeri Islam yang tidak mempunyai silsilah keturunan yang jelas. Muammar Qadafi misalnya, ketika dia berhasil merebut kekuasaan di Libya maka; orang-orang menanyakan silsilahnya: “Dari mana tuan berasal?”
“Saya dari kabilah Fulan” Jawabnya.
Tetapi setelah dikonfirmasikan dengan kabilah yang disebutkan tadi, mereka  menyangkal: “Tidak, dia bukan dari kabilah kami”. Lalu dia mengaku keturunan Palestina. Maka carilah silsilahnya dalam daftar catatan nasab orang-orang Palestina!.
Abdul Nasher….nama lengkapnya adalah Jamal Abdul Nasher Husain. Siapa yang mengetahui kerabat Abdul Naseer setelah nama Husain??. Siapa yang mengetahui asal keturunannya? Di mana karib kerabatnya? Di mana familinya? Silsilahnya tidak diketahui dengan jelas. Ada yang mengatakan bahwa Abdul Nasher adalah keturunan Yahudi. Sebuah majalah yang terbit di Mesir pernah menulis bahwa nenek Jamal Abdul Nasher bernama Maryam binti Hayeem. Perempuan ini adalah Yahudi dari negeri Habasyah. Kakeknya bernama Yusuf bin Fulan (tidak diketahui dengan pasti), Yahudi Barbar, utara Afrika. Mereka pindah ke Mesir dan tinggal di daerah Mesir atas di perkampungan Bani Murrun. Melihat orang-orang yang hidup di daerah tersebut semuanya beragama Islam, maka Yusufpun masuk Islam. Dia mengganti namanya dengan Husain oleh karena orang-orang di sana menyukai cucu Nabi saw. Hasan dan Husain. Husain (Yusuf) mempunyai anak lelaki bernama Abdul Nasher. Abdul Nasher mempunyai anak laki-laki bernama Jamal. Jamal Abdul Nasher masuk dinas ketentaraan. Pangkatnya makin lama makin tinggi dan akhirnya menduduki jabatan Presiden Mesir. Boleh jadi sumber berita ini tidak benar dan boleh  jadi benar. Tapi yang jelas orang-orang Yahudi bermaksud memunculkan pemimpin yang silsilahnya terputus.
Orang-orang Yahudi selalu berhubungan dengan Musthafa Kamal. Mereka mendidik dan mengkadernya di club-club Masonisme yang ada di kota Salonika. Kemudian ketika Musthafa Kamal menjadi salah satu panglima pasukan Turki ke IV di front Palestina, Jendral Allenby, panglima pasukan Inggris mengadakan kontak rahasia dengan Musthafa Kamal. Allenby meminta Musthafa Kamal supaya memberikan jalan masuk bagi pasukan Inggris, sehingga mereka bisa memukul daerah pertahanan belakang pasukan Turki ke IV, sebagai imbalannya, mereka akan menyerahkan Turki kepadanya apabila pasukan sekutu menang dalam perang.

Setelah kembali di Turki  Musthafa Kamal memimpin pasukannya melawan tentara sekutu. Dia berhasil memukul mundur pasukan Yunani (yang bergabung dengan pihak sekutu) dan mengalahkan mereka di wilayah Azmir, Ankara dan Sicoria. Tapi semua itu sandiwara yang dibuatnya dengan pihak Inggris untuk mengelabui rakyat Turki agar mereka menganggapnya sebagai pahlawan penyelamat. Sehingga  para penyair menyanjung-nyanjung nama Musthafa Kamal. Antara lain, syair tulisan Ahmad Syauqi:

 
Allahu Akbar, alangkah banyak keajaiban yang terjadi dalam kemenangan ini //.
Wahai Khalid Turki, lanjutkan kembali Khalid Arab //.
Mereka membuat beberapa sandiwara peperangan untuk mengangkat (mengorbitkan) nama Musthafa Kamal sebagai pahlawan, tetapi pada saat yang sama mereka menjatuhkan nama Khalifah di mata rakyat. Mereka bertempur tetapi tidak ada peluru dan mesiu yang ditembakkan pihak sekutu. Musthafa Kamal berhasil  mendesak pasukan Sekutu mundur dari wilayah Turki. Kemenangan (sandiwara) ini disambut oleh rakyat Turki, dan menyanjung nama Musthafa Kamal serta menganggapnya sebagai pahlawan penyelamat.
Kekalahan-kekalahan yang diderita oleh pasukan Turki dari pihak sekutu sebelum itu membuat rakyat Turki tidak lagi percaya pada Khalifah. Maka Inggris memanfaatkan moment ini  -yakni kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh Musthafa Kamal melalui sandiwara-  untuk menjatuhkan Sultan Abdul Hamid II. Duta Inggris mengeluarkan berbagai pernyataan yang ditujukan kepada bangsa Turki supaya mereka mematuhi khalifahnya, seolah-olah mereka berdiri dipihak Sultan dan bermusuhan dengan Musthafa Kamal. Maka bertambahlah kebencian rakyat Turki kepada Sultan dan bertambahlah kecintaan mereka terhadap pahlawan yang memerangi Sekutu. Mereka menuduh Sultan sebagai antek Sekutu, maka dari itu mereka mendukung perjuangan Musthafa Kamal. Akhirnya Musthafa Kamal menjadi orang yang kuat di Turki.
Musthafa Kamal memproklamirkan berdirinya negara Republik Turki dan menghapuskan Khilafah. Maka jatuhlah Khilafah Islam pada tanggal 3 Maret 1924 M.