Bayar Utang dari Jual Aset Negara kok AP Bilang Mega Berdikari?
OPINI | 08 June 2013 | 20:37 Dibaca: 5392 Komentar: 9 4Mega jual aset negara dan BUMN atas arahan dan saran dari sang penasehat, AP Batubara.
Dalam sebuah kesempatan, AP Batubara, yang katanya “tokoh senior” PDIP melontarkan pernyataan bahwa dia prihatin melihat kondisi negara saat ini. Di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebutnya, utang Indonesia semakin meningkat.
Mari kita melihat di era kepemimpinan Megawati pada 2001–2004. Apa yang dilakukan Presiden Megawati selama tiga tahun kepemimpinannya?
Di masa pemerintahannya, justru banyak kasus-kasus kontroversial terkait pelunasan utang. Dengan alasan itu, Mega malah menjual aset-aset negara, termasuk BUMN. Privatisasi juga dilakukan terhadap saham-saham perusahaan yang diambil alih pemerintah sebagai kompensasi pengembalian kredit BLBI dengan nilai penjualan hanya sekitar 20% dari total nilai BLBI. Bahkan, BUMN sehat seperti PT Indosat, PT Aneka Tambang, dan PT Timah pun ikut diprivatisasi. Selama tiga tahun pemerintahan ini terjadi privatisasi BUMN dengan nilai Rp3,5 triliun pada 2001; Rp7,7 triliun pada 2002; dan Rp7,3 triliun pada 2003. Jadi, total sebanyak Rp18,5 triliun yang berhasil didapatkan Mega saat itu.
Lagi, alasan Mega melakukan privatisasi itu adalah untuk menutupi utang negara yang makin membengkak.
Lalu mari kita lihat lagi. Apakah hasil Mega melego sejumlah aset negara yang juga milik masyarakat Indonesia itu mampu menutupi atau paling tidak mengurangi secara signifikan utang negara??
Pada 2001 utang Indonesia ‘warisan’ pemerintahan Gus Dur yang wakilnya saat itu adalah Megawati, ada sebanyak Rp1.273,18 triliun. Setahun masa kepemimpinan Megawati sebagai Presiden, yakni pada 2002, sempat turun sedikit, yakni sebanyak Rp48,3 triliun menjadi Rp1.225,15 triliun.
Namun, pada tahun-tahun berikutnya utang Indonesia terus meningkat, malah lebih tinggi dari awal masa kepemimpinan Mega, pada 2001 silam. Sehingga pada 2004, total utang Indonesia menjadi Rp1.299,5 triliun. Artinya, rata-rata peningkatan utang pada tiga tahun pemerintahan Megawati adalah sekitar Rp25 triliun tiap tahunnya.
Lalu, dimana AP Batubara saat jagoannya, Megawati menjadi Presiden???? Ternyata dia adalah penasehat mantan presiden wanita pertama RI tersebut.
Dengan demikian dapat saya simpulkan bahwa, tindakan kontroversial yang dilakukan Mega dengan menjual aset negara dan BUMN saat itu, adalah atas arahan dan saran dari “sang penasehat”, yakni AP Batubara. Ingat, kepemimpinan Mega hanya tiga tahun! Bukannya utang semakin berkurang, malah meningkat drastis.
Lantas apa yang dimaksudkan AP bahwa jika Megawati menang sebagai presiden di Pemilu 2014, maka akan dilaksanakan pembangunan berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri? Mau jual aset negara dan BUMN lagi???
AP Batubara sepertinya tidak pernah ngaca dan pakai data, apa sebenarnya yang terjadi di era Pemerintahan SBY. Jelas selama era SBY peringkat utang Indonesia terus menurun, termasuk rasio utang terhadap GDP. Bandingkan dengan masa Mega yang banyak jual aset negara.
Aura positif justru baru mulai terjadi pada masa kepemimpinan SBY-JK pada 2004-2009. Ini terlihat dari nilai PDB Indonesia yang terus meningkat hingga mendekati angka Rp1.000 triliun pada 2009. Imbasnya, tingkat kemiskinan menurun, pengangguran pun berkurang.
Memang, disaat pemeritahan SBY-JK, utang Indonesia, baik dalam maupun luar negeri sempat meningkat. Namun, pinjaman dari luar negeri jelas peruntukannya, yakni digunakan untuk membiayai program-program dan proyek-proyek pemerintah yang berkaitan dengan kemanusiaan, kemiskinan, lingkungan, dan infrastruktur.
Terkait utang tersebut, Presiden SBY juga berulang kali mengingatkan agar kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) tidak mengajukan program yang didanai utang. Ini artinya, SBY menyadari bahwa utang adalah kewajiban harus dilunasi.
Utang, sebagaimana diungkapkan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Prof. Firmanzah Ph.D, merupakan bagian dari Kebijakan Fiskal (APBN) dan bagian Kebijakan Pengelolaan Ekonomi secara keseluruhan. Defisit fiskal tetap dijaga dibawah 3% terhadap PDB dan aman bagi ekonomi nasional. Menurut dia, hal inilah yang membuat ekonomi Indonesia kebal dari krisis Subprime Mortgage dan krisis utang Eropa.
Sejak 2004, pemerintah lebih mengutamakan utang dalam negeri dibandingkan utang luar negeri. Selama periode 2004-2012, itu pula, pengelolan utang dan fiskal terus menunjukkan penguatan fundamental ekonomi nasional. Hasilnya, rasio utang Indonesia terhadap PDB pada tahun 2004 sebesar 56.6 persen turun menjadi 24,1 persen di akhir 2012.
Menurut Firmanzah yang juga Staf Khusus Presiden (SKP) Bidang Ekonomi dan Pembangunan ini, di tahun 2013, Pemerintahan SBY akan menekan terus rasio utang/PDB dibawah 23 persen. Presiden bahkan menginstruksikan agar pada 2014, rasio utang/PDB hanya kisaran 22 persen. Bandingkan dengan rasio utang/PDB di zona Euro yang rata-rata mencapai 90 persen, misalnya Yunani (152.6%), Itali (127.3%), Portugal (120.3%), atau Irlandia(117.0%).
Lebih dari itu, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sebagaimana dirilis setkab, juga tumbuh positif di kisaran 6 persen dan terus membesar dari Rp2.294 triliun di tahun 2004 menjadi Rp8.241 triliun di 2012.
Bahkan, Indonesia akan masuk dalam kelompok negara maju pada 2025, jika nilai PDB Indonesia di tahun itu bisa mencapai angka yang ditargetkan, yakni berkisar antara 4,0-4,5 triliun dollar AS.
Setidaknya hal ini mulai terlihat dari berbagai kebijakan dan usaha yang dilakukan pada masa pemerintahan SBY. Pemerintahan sekarang sudah lebih baik dalam mengelola utang, dimana, rasio utang Indonesia saat ini turun dari 98 persen menjadi 23 persen dari Gross Domestic Product (GDP).
Itu artinya, masa kepemimpinan SBY masih jauh lebih baik dari kepemimpinan Mega. Mungkin Mega punya sejumlah ide yang brilian sebagai jalan keluar membayar utang negara tersebut, tapi atas usulan AP sebagai penasehat, maka kebijakan yang diambil Mega itu, jauh panggang dari api.