Selasa, 08 Juli 2014

Provokasi sia-sia... Provokasi blunder!..
Islam Garis Keras vs Karikatur itu
Terpaksa saya komentar tentang sebuah karikatur di sebuah 'harian ternama' yang sekarang sudah ditarik, pembuatnya sudah mint...a maaf. Mungkinkah harian ternama ini sengaja, untuk 'memancing' sesuatu?
Sebelumnya, harian ini secara terbuka mengendorse salah satu capres, diikuti oleh beberapa media lain baik di dalam maupun luar negeri. Bisa ada dua tafsiran. Tapi cukup saya tuliskan satu: Kepanikan. Tafsir/pesan yang ingin dibawa tentu berbeda dengan ketika karikatur ini muncul di sebuah negeri Barat, dimana Islam tidak menjadi mayoritas, dan dimana tidak sedang pemilu. Ketika dimuat di Indonesia dan di hari-hari terakhir menjelang pencoblosan, maka ini analisanya, lagi-lagi sebuah upaya bunuh diri, senjata makan tuan karena respons masyarakat beda sekali dengan yang dibayangkan.


Bagaimana harian ini bisa dengan sangat ceroboh sengaja memainkan kartu di hari-hari terakhir? Analisa tingkat tingginya demikian rekan-rekan. Sejatinya, mereka berusaha 'memancing' yang konon Islam garis keras, fundamental, atau istilah/label apapun yang diberikan. Kalau mereka menyerang secara fisik, maka akan menjadi 'rebound' untuk penyerangan terhadap sebuah stasiun TV, sekaligus untuk mendapat simpati para swing voters, mengingatkan di hari-hari terakhir: "Tuh khan mereka sumbu pendek, menggeruduk kantor kami, tidak pakai cara-cara beradab mengganggu kebebasan pers." Supaya para pemilih dihinggapi ketakutan akan kelompok2x yg selama ini memang mendapat stigma negatif. Taktik tidak berhasil! Mohon maaf kepada teman2x saya di list facebook yang bekerja untuk harian ini, status ini bentuk protes ke institusimu, bukan ke individu kalian karena bukan kalian yang melakukan. Lagipula sudah minta maaf, ya kita maafkan.

Saya ucapkan selamat kepada seluruh umat Islam di tanah air dan dimanana pun kita berada. Kita sama sekali tidak terpancing untuk melakukan protes dengan cara murahan! Saya ucapkan selamat kepada capres nomer satu, spirit rekonsiliasi-nya luar biasa. Dia rangkul sebanyak mungkin golongan, dia dekati mereka yang punya 'luka', dia dekati keluarga para korban -meskipun bukan dia pelaku-. Sebagian kecil tidak bersedia, memegang teguh apapun prinsip mereka, sebagian besar berpikir sehat bahwa rekonsiliasi lebih penting. Kekhawatiran jika capres nomer satu naik maka yang suka ribut2x mendapatkan angin itu tidak berdasar. Justru dalam waktu singkat, capres satu ini menunjukkan bakat luar biasa. Partai yang di-identikkan dengan Islam fundamental, Islam garis keras atau apapun, presidennya mendatangi peringatan wafat Isa Almasih. Ormas yang di-stigma-kan senang melakukan kekerasan, tidak terdengar sepak terjangnya, padahal biasanya bulan Ramadhan begini berita sweeping ada dimana-mana. Bahkan ketika koran itu menampilkan karikatur yang merendahkan kalimat Tuhan, mereka tidak bergerak dengan kekerasan. Bukankah ini yang saya dan teman-teman inginkan? Seseorang yang punya kemampuan mengendalikan kelompok2x yang ada di masyarakat? Seseorang yang dihormati? Yang ketika mengatakan "jangan balas kekerasan dengan kekerasan' kemudian yang di bawahnya mendengarkan? Bukan yang seenaknya sendiri bilang, "Jangan salahkan kalau pendukung marah?" Kualitas orang yang kuat ditempa, karena diterjang fitnah 16 tahun, tentu beda dengan yang dipuja-puji 2 tahun kemudian dikerjain selama dua bulan langsung sensi. Masak pemimpin daya tahannya segitu doang?

Pemimpin cerdas, kuat, tegas, amanah, dan menyatukan mereka-mereka yang terserak. Tanpa kepemimpinan yang kuat, maka susah mengatur elemen-elemen masyarakat yang beragam.

Kalau humor itu ditujukan untuk ISIS, ya ngapain dimuatnya disini. Tidak pas tempat dan waktunya. Menyatukan gambar tengkorak, bajak laut, dan kalimat laa ilaaha illa Allah itu sejatinya menikam jantung terdalam umat Islam, mirip ketika pemberitaan sebuah stasiun TV dianggap menusuk salah satu kelompok.

Seminggu ini sejatinya saya tertawa terpingkal2x banyak orang/institusi pertamax melakukan hal-hal murahan. Ada yang bilang, "Waktu di taruna, SBY ditampar capres nomer satu". Ajaibnya, malam harinya SBY mengundang capres nomer satu untuk buka puasa dalam suasana kehangatan. Seolah SBY mau bilang, "Tau apa lu, Man. Mingkem aja dech. Kami sama-sama taruna, gelut fisik itu biasa, namanya uji nyali. Kayak kamu ikutan sekolah di taruna dan jadi saksi mata saja. Kita aja happy2x." Berikutnya, harian itu, yang secara vulgar meng-endorse salah satu capres, hari berikutnya menghinakan dirinya sendiri. Memang benar "wa makaru wamakarallah wallaahu khairul maakiriin."

Saya heran, kelompok2x Islam yang berada di kubu kedua, belum terdengar stand point-nya untuk kasus karikatur. Inilah ketika preferensi politik mengalahkan sebuah nilai yang lebih penting. Dimana nurani? Hanya karena sehari sebelumnya harian ini membuat rekan-rekan bersorak, meng-endorse jagoan, maka kesalahan sebesar apapun akhirnya dimaklumi. Ya, memang orang baik bergabungnya dengan orang baik. Kalau orang baik melakukan kesalahan atau ngawur, tetap saja orang baik. Gugur sudah statemen gagah itu. Sedangkan kami, menyebarkan bahasa cinta dan rekonsiliasi. Cinta itu nilainya di atas kebaikan, bahasa yang lebih universal.

Hayya alal falah,,,mari sambut kemenangan. Umat Islam cinta damai, meningkatkan derajat kesabaran selama bulan ramadhan. Sia-sia saja upaya provokasi bahkan dengan cara terhalus sekalipun. Good job, teman-teman