RI Tak Berdaya Paksa Freeport Bayar Dividen Rp 1,5 Triliun
- Energi & Tambang
- 6
- 05 Sep 2014 14:59
(Foto:Antara)
Liputan6.com, Jakarta - Setelah dividen PT Freeport Indonesia dihapus untuk tahun sebelumnya, kini pemerintah tak kuasa menagih penuh dividen perusahaan tambang raksasa itu sebesar Rp 1,5 triliun pada tahun ini. Pasalnya Freeport hanya mampu menyetor dividen senilai lebih dari Rp 800 miliar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tanjung (CT) mengaku, Freeport telah menyetujui melepas saham (divestasi) kepada pemerintah Indonesia sebesar 30 persen. Divestasi menjadi salah satu poin dalam renegosiasi kontrak yang harus ditandatangani Freeport.
"Freeport sudah menandatangani MoU dan mereka telah setuju untuk dilakukan divestasi yang jauh lebih besar. Kalau sekarang 10 persen, maka jadi 30 persen," ungkap dia kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/9/2014).
Lebih jauh kata CT, kewenangan pemerintah bukan terletak pada penentuan dividen, meskipun pemerintah mempunyai kepemilikan saham di perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
"Kalau dividen bukan pemerintah walaupun kita punya kewenangan karena kita pemegang saham. Tapi bukan berarti pemerintah bisa paksakan dividen, karena dividen itu mekanismenya perusahaan. Namun soal royalti, bea keluar dan pajak yang harus dibayar merupakan kewenangan pemerintah," jelasnya.
Dia menuturkan, persoalan dividen perlu dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan mempertimbangkan segala kondisi dan situasi perusahaan.
"Harus duduk sama-sama untuk memperjuangkan sambil dilihat kemampuan perusahaan. Kemarin kan (Freeport) terhambat ekspor sehingga arus kasnya nggak memungkinkan bagi-bagi dividen. Tapi sekarang kalau ekspor sudah jalan, akan terjadi akumulasi keuangan dan bisa membagi dividen," ucap CT.
Kendati demikian, dia mengatakan, proses divestasi 30 persen baru dapat dilakukan oleh pemerintahan yang akan datang karena perlu waktu untuk menyelesaikannya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tanjung (CT) mengaku, Freeport telah menyetujui melepas saham (divestasi) kepada pemerintah Indonesia sebesar 30 persen. Divestasi menjadi salah satu poin dalam renegosiasi kontrak yang harus ditandatangani Freeport.
"Freeport sudah menandatangani MoU dan mereka telah setuju untuk dilakukan divestasi yang jauh lebih besar. Kalau sekarang 10 persen, maka jadi 30 persen," ungkap dia kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/9/2014).
Lebih jauh kata CT, kewenangan pemerintah bukan terletak pada penentuan dividen, meskipun pemerintah mempunyai kepemilikan saham di perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
"Kalau dividen bukan pemerintah walaupun kita punya kewenangan karena kita pemegang saham. Tapi bukan berarti pemerintah bisa paksakan dividen, karena dividen itu mekanismenya perusahaan. Namun soal royalti, bea keluar dan pajak yang harus dibayar merupakan kewenangan pemerintah," jelasnya.
Dia menuturkan, persoalan dividen perlu dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan mempertimbangkan segala kondisi dan situasi perusahaan.
"Harus duduk sama-sama untuk memperjuangkan sambil dilihat kemampuan perusahaan. Kemarin kan (Freeport) terhambat ekspor sehingga arus kasnya nggak memungkinkan bagi-bagi dividen. Tapi sekarang kalau ekspor sudah jalan, akan terjadi akumulasi keuangan dan bisa membagi dividen," ucap CT.
Kendati demikian, dia mengatakan, proses divestasi 30 persen baru dapat dilakukan oleh pemerintahan yang akan datang karena perlu waktu untuk menyelesaikannya.
"Sekarang masih 10 persen harus tetap memperjuangkan hak dividen kita yang perlu dibicarakan dalam RUPS," tandasnya. (Fik/Nrm)