Astaghfirullah, Musdah Mulia Tim Sukses Jokowi-JK Ternyata Kakak Ipar Ketua MK
Thursday, July 31st, 2014 - 10:41 am| 10826 Views
Google +
Siti Musdah Mulia tim sukses Joko Widodo – Jusuf Kalla yang dikenal sebagai aktifis perempuan pro PKI dan JIL (jaringan islam liberal) ternyata kakak ipar ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva.
Musdah Mulia adalah istri Prof Dr Ahmad Thib Raya Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Banten. Ahmad Thib Raya adalah kakak kandung Hamdan Zoelva Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini sedang memproses gugatan sengketa pemilu presiden yang dimohonkan capres cawapres Prabowo-Hatta. Siti Musdah Mulia adalah salah satu anggota inti tim sukses Jokowi-JK.
Siti Musdah Mulia dikenal sebagai juru kampanye Jokowi-JK yang getol usulkan legalisasi komunisme di Indonesia, sekaligus menuntut pencabutan TAP MPR mengenai pelarangan ideologi komunis.
Musdah besar dari lingkungan dengan tradisi Islam yang sangat taat karena merupakan anak dari aktivis DI/TII. Oleh karena itu, sejak remaja sudah memakai pakaian tertutup dan berkerudung. Ruang geraknya sering diawasi oleh keluarga, baik oleh kakek maupun paman. Misalnya, ia tidak boleh kos (kontrak rumah atau kamar) saat mahasiswa karena kuatir bebas dengan laki-laki.
Musdah pun akhirnya dibelikan rumah yang dekat dengan paman dan setiap saat bisa diawasi. Namun pandangan-pandangan keislamannya mulai melenceng ketika memasuki pendidikan jenjang S2 di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan berkenalan dengan pemikiran-pemikiran JIL ala Harun Nasution.
Siti Musdah Mulia lahir 3 Maret 1958 di Bone, Sulawesi Selatan. Istri dari Ahmad Thib Raya, guru besar Pascasarjana UIN Jakarta. Pendidikan formalnya dimulai dari pesantren As’adiyah, lalu menyelesaikan S1 jurusan Bahasa dan Sastra Arab pada IAIN Alauddin Makassar; selanjutnya S2 Bidang Sejarah Pemikiran Islam; dan S3 Bidang Pemikiran Politik Islam, keduanya di Pascasarjana UIN Jakarta.
Musdah Menghalalkan Homosex
Musdah Mulia juga menghalalkan homosex, hubungan sex sesama jenis. Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/3/2008) pada halaman mukanya menerbitkan sebuah berita berjudul Islam ‘recognizes homosexuality’ (Islam mengakui homoseksualitas). Mengutip pendapat dari Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, guru besar di UIN Jakarta, koran berbahasa Inggris itu menulis bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam. (Homosexuals and homosexuality are natural and created by God, thus permissible within Islam).
Menurut Musdah, para sarjana Muslim moderat berpendapat, bahwa tidak ada alasan untuk menolak homoseksual. Dan bahwasanya pengecaman terhadap homoseksual atau homoseksualitas oleh kalangan ulama aurus utama dan kalangan Muslim lainnya hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam. Tepatnya, ditulis oleh Koran ini: “Moderate Muslim scholars said there were no reasons to reject homosexuals under Islam, and that the condemnation of homosexuals and homosexuality by mainstream ulema and many other Muslims was based on narrow-minded interpretations of Islamic teachings.”
Mengutip QS 49 ayat 3, Musdah menyatakan, salah satu berkah Tuhan adalah bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa memandang etnis, kekayaan, posisi social atau pun orientasi seksual. Karena itu, aktivis liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference of Religions and Peace) ini, “Tidak ada perbedaan antara lesbian dengan non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan ketaatannya.” (There is no difference between lesbians and nonlesbians. In the eyes of God, people are valued based on their piety).
Demikian pendapat guru besar UIN Jakarta ini dalam diskusi yang diselenggarakan suatu organisasi bernama “Arus Pelangi”, di Jakarta, Kamis (27/3/2008).
Menurut Musdah Mulia, intisari ajaran Islam adalah memanusiakan manusia dan menghormati kedaulatannya. Lebih jauh ia katakan, bahwa homoseksualitas adalah berasal dari Tuhan, dan karena itu harus diakui sebagai hal yang alamiah.
The Jakarta Post juga mengutip pendapat seorang pembicara bernama Nurofiah, yang menyatakan, bahwa pandangan dominan dalam masyarakat Islam tentang heterogenitas adalah sebuah “konstruksi sosial”, sehingga berakibat pada pelarangan homoseksualitas oleh kaum mayoritas. Ini sama dengan kasus ”bias gender” akibat dominasi budaya patriarki. Karena itu, katanya, akan berbeda jika yang berkuasa adalah kaum homoseks. Lebih tepatnya, dikutip ucapan aktivis gender ini: “Like gender bias or patriarchy, heterogeneity bias is socially constructed. It would be totally different if the ruling group was homosexuals.”
Diskusi tentang homoseksual itu pun menghadirkan pembicara dari Majlis Ulama Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia. Kedua organisasi ini, oleh The Jakarta Post, sudah dicap sebagai “kelompok Muslim konservatif”. Ditulis oleh Koran ini: Condemnation of homosexuality was voiced by two conservative Muslim groups, the Indonesian Ulema Council (MUI) and Hizbut Thahir Indonesia (HTI).”
Amir Syarifuddin, pengurus MUI, menyatakan bahwa praktik homoseksual adalah dosa. “Kami tidak akan menganggap homoseksualitas sebagai musuh, tetapi kami akan membuat mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah,” kata Amir Syarifudin.
Demikianlah berita tentang penghalalan homoseksual oleh sejumlah aktivis liberal, sebagaimana dikutip oleh The Jakarta Post. Jika kita rajin menyimak perkembangan pemikiran liberal, baik di kalangan Yahudi, Kristen, maupun Islam, maka kita tidak akan heran dengan berita yang dimuat di Harian The Jakarta Post ini. Kaum Yahudi Liberal, juga Kristen Liberal, sudah lama menghalalkan perkawinan sesama jenis. Bahkan, banyak cendekiawan dan tokoh agama mereka yang sudah secara terbuka mendeklarasikan sebagai orang-orang homoseks dan lesbian. Banyak diantara mereka yang bahkan sudah menyelenggarakan perkawinan sesama jenis di dalam tempat ibadah mereka masing-masing.
Bagi kaum Yahudi dan Kristen liberal, hal seperti itu sudah dianggap biasa. Mereka juga menyatakan, bahwa apa yang mereka lakukan adalah sejalan dengan ajaran Bibel. Mereka pun menuduh kaum Yahudi dan Kristen lain sebagai ”ortodoks”, ”konservatif” dan sejenisnya, karena tidak mau mengakui dan mengesahkan praktik homoseksual. Gereja Katolik, misalnya, tetap mempertahankan doktrinnya yang menolak praktik homoseksual. Tahun 1975, Vatikan mengeluarkan keputusan bertajuk ”The Vatican Declaration on Sexual Ethics.” Isinya, antara lain menegaskan: ”It (Scripture) does attest to the fact that homosexual acts are intrinsically disordered and can in no case be approved of.” Dalam Pidatonya pada malam Tahun Baru 2006, Paus Benediktus XVI juga menegaskan kembali tentang terkutuknya perilaku homoseksual.
Dalam Islam, soal homoseksual ini sudah jelas hukumnya. Meskipun sudah sejak dulu ada orang-orang yang orientasi seksualnya homoseks, ajaran Islam tetap tidak berubah, dan tidak mengikuti hawa nafsu kaum homo atau pendukungnya. Tidak ada ulama atau dosen agama yang berani menghalalkan tindakan homoseksual, seperti yang dilakukan oleh Prof. Siti Musdah Mulia dari UIN Jakarta tersebut.
Nabi Muhammad saw bersabda, “Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut.” (HR Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, al-Hakim, dan al-Baihaki). Imam Syafii berpendapat, bahwa pelaku homoseksual harus dirajam (dilempari batu sampai mati) tanpa membedakan apakah pelakunya masih bujangan atau sudah menikah.
Musdah Antek Amerika?
“Kawan-kawan sekalian, kita harus mempertanyakan sosok Prof Musdah yang kontroversial ini. Ia adalah orang Amerika. Ia adalah pendukung Amerika yang liberal,” kritik Umi Kaltsum di seminar perempuan tingkat nasional bertema “Adilkah Bangsa dan Agama Terhadapmu” di Gedung Mulo, Jl Sungai Saddang, Makassar, Senin (30/5/2011).
“Hati-hati yah kalau adik berkata-kata, saya bisa tuntut anda pasal pelecehan jika anda mengkritisi saya seperti itu. Anda ini kan mengambil data dari Sabili dan Suara Islam. Kedua majalah ini bukan bacaan kaum intelektual. Kedua majalah itu kerja cuma menghina orang,” kata Musdah yang profesor itu kepada Kaltsum.
Seminar berlangsung menegangkan karena diwarnai perdebatan saat Musdah Mulia yang dikenal sebagai profesor penerima nobel internasional tentang legalnya homoseksual itu mendapat giliran untuk menyampaikan materi seminar. Peserta dari kalangan mahasiswi rata-rata satu suara mengkritisi pernyataan-pernyataan Musdah dianggap kontroversial. Suasana seminar pun berubah layaknya unjuk rasa mahasiswi yang memprotes sepak terjang Prof Musdah.
Umi Kaltsum, salah satu peserta seminar, menuding Musdah sebagai sosok kontroversial yang memojokkan Islam lantaran idealisme liberalnya yang pro Amerika. Kaltsum juga mengungkit-ungkit sepak terjang Musdah setelah pernah meraih nobel Internasional Women of Courage dari Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice di Washington pada 8 Maret 2007 lalu, dan ia mendapat hadiah Rp 6 miliar.
Kaltsum juga menggugat Musdah ketika mengutak-atik ajaran Islam melalui draft Kompilasi Hukum Islam pada tahun 2004 yang isinya menyebutkan, pernikahan bukan ibadah, perempuan boleh menikahkan dirinya sendiri, poligami haram, boleh menikah beda agama, boleh kawin kontrak, ijab-kabul bukan rukun nikah, dan anak kecil bebas memilih agamanya sendiri.
Di tempat lain, Munarman SH. menanggapi ancaman Musdah kepada mahasiswi itu dengan enteng : “Professor kok beraninya cuma gertak mahasisw.”
“Aneh, betul-betul profesor preman. Beraninya cuma dengan kaum lemah. Betul-betul mental antek”, kata Munarman.
Ketua MK Hamdan Zoelva Mengklaim Netral
Hamdan Zoelva adalah adik kandung Ahmad Thib Raya. Mereka berdua adalah putra dari Tuan Guru K.H. Muhammad Hasan, pendiri dan pengelola Pesantren Al Mukhlisin di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Apakah MK yang diketuai Hamdan Zoelva, adik ipar Siti Musda Mulia yang timses Jokowi JK, dapat memutuskan sengketa MK secara jujur, adil dan independen?
Sebelum permohonan gugatan sengketa Pilpres diajukan Prabowo-Hatta, sejumlah aktifis koalisi LSM yang dikenal ini pro Jokowi-JK dan anti Prabowo-Hatta, seperti ICW, Pukat dan lain telah menemui Hamdan Zoelva di ruang kerja Ketua Mahkamah Konstitusi (21/7/2014).
“Bila ada yang menggugat ke MK, saya menjamin para hakim MK akan netral dalam pengambilan keputusan dalam sidang sengketa pilpres,’’ klaim Hamdan Zoelva, Selasa 22 Juli 2014 lalu.
Menurutnya, meski mempunyai latar belakang yang berbeda, ada yang diusulkan Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR, Hakim MK tetap independen.
“Justru karena perbedaan itu akan tercipta keseimbangan. Jangan khawatir, kami tetap independen. Kami akan memutuskan secermat mungkin,” paparnya.
Apakah janji Hamdan Zoelva adik ipar Siti Musdah Mulia timses Jokowi-JK ini bisa dipercaya? (aman/nahimunkar/gebrakn)