Sidang gugatan kubu Prabowo-Hatta terhadap KPU masih sementara berlangsung, NKRI masih masih dipimpin oleh SBY-Budiono, Jokowi-JK belum dilantik. Walau belum jadi Presiden dan Wapres RI, banyak pengamat, analisis politik dan politik ekonomi telah membaca peluangdan harapan jika RI dipimpin oleh Jokowi-JK.
Sebelum melangkah ke Bina Graha (Kantor Kepresidenan) dan Istana, Jokowi-JK melakukan persiapan-persiapan di tempat yang mereka sebut Rumah Transisi. Di tempat ini, mereka mengelola banyak hal, termasuk hal-hal teknis dalam rangka mewujudnyatakan visi, missi, dan janji-janji pada waktu kampanye.
Di balik perubahan dan harapan itu, Jokow-JK juga mendapat warisan lebih dari Rp.3000 Triliun; wouuuu angka yang sangat besar dan luar biasa; jumlah sebesar itu, akan diterima dan dikelola oleh Jokowi-JK. Dar imana angka dan jumlah uang sebesar itu!?
Mari kita teruskan.
Menurut Deputi Rumah Transisi, Hasto Kristiyanto, pemerintahan Jokowi-JK atau pun Indonesia, akan menghadapi permasalahan-permasalahan besar; dan itu dislesaikan dengan anggaran yang minim. Permasalahan utamanya antara lain menurunnya pertumbuhan ekonomi, serta utang luar negeri yang mencapai Rp 3000 triliun dan terus membengkak.
Lalu, dari mana jumlah hutang sebesar itu!?
Sumber dari Bank Indonesia menyebutkan bahwa
Utang luar negeri Indonesia per Januari 2014 mencapai USD269,27 miliar atau Rp3.042,751 triliun; kurs Rp11.300 per USD. Utang luar negeri dari pihak swasta USD141,35 miliar (perbankan USD23,96 miliar, nonbank USD117,39 miliar. Utang pemerintah dan Bank Sentral, USD127,92 miliar.
Nanti, Oktober 2014, ketika Jokowi-JK dilantik, angka tersebut, terindikasi mengalami trend menaik; artinya jumlah akan semakin bertambah.
Itulah warisan pertama serta utama yang harus dibereskan oleh Jokowi-JK. Pemerintah harus nyicil hutang dan juga wajib mensejahterahkan rakyat serta meneruskan proses pembangunan. Semuanya harus terus berjalan; tak boleh ada yang berhenti.
Oleh sebab itu, saya sangat setuju dengan pendapat Hasto Kristiyanto bahwa “Pengeluaran-pengeluaran yang memang tidak sesuai dengan fungsi dasar negara, tidak berkaitan dengan tujuan negara, mencerdaskan bangsa, melindungi segenap bangsa Indonesia, sebaiknya dihemat karena kita menghadapi tahun yang tidak ringan, …”.
Oleh sebab itu, tentu saja pada pemerintah yang akan datang, dibutuhkan sosok menteri yang memiliki komitmen yang sama seperti Jokowi, sehingga kebijakan-kebijakannya menguntungkan rakyat banyak, dan bukan menguntungkan kelompok-kelompok tertentu saja.