Rabu, 09 Juli 2014

AWAS, SKENARIO GERAKAN KASBUL(Katholik Sebulan), termasuk pengkaitan gerakan rahasia ini dengan PENCAPRESAN JOKO WIDODO (Jokowi).
Kasbul merupakan ajang bagi Pater Beek untuk mendidik kader-kader Katolik yang militan. Awalnya, tempat kaderisasi terletak di Asrama Realiono, Yogyakarta. Letak asrama ini tak jauh dari kampus Universitas Sanata Dharma di Jalan Gejayan (sekarang bernama Jalan Afandi) Yogyakarta.
SISTEM KADERISASI DALAM KASBUL
Dalam setiap pelatihan Kasbul, biasanya diikuti oleh 100 orang, 10 di antaranya adalah perempuan. Mereka merupakan kader-kader Katolik terpilih dari berbagai daerah dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Supaya bisa mengikuti kaderisasi yang sifatnya rahasia ini, seseorang harus mendapatkan rekomendasi dari romo di tempatnya berasal. Pendanaan dari acara ini sebagian besar didapatkan dari luar negeri, terutama Belanda dan Jerman.
Aturan Kasbul memang cukup berat. Seseorang yang telah mengikuti Kasbul dilarang keras menceritakan keikutsertaannya pada orang lain, baik pada keluarga maupun teman. Sebelum pelatihan, mereka akan menjalani serangkaian test psikologi.
Test ini digunakan untuk mengatahui sifat dan keahlian seseorang yang kelak diperlukan sewaktu melakukan penugasan. Sedangkan untuk menyembunyikan identitas seseorang, maka selama pelatihan nama diubah sehingga antara satu peserta dengan peserta yang lain tidak saling mengenal identitas sebenarnya.
Metode pelatihan yang diterapkan Pater Beek dalam Kasbul merupakan kombinasi antara kaderisasi Katolik ala Jesuit dan Komunis. Oleh karena itu, tak mengherankan kalau selama kaderisasi dididik dengan disiplin yang keras. Menurut Mujiburrahman, selama pelatihan tak jarang mereka harus terlibat dalam adu fisik, direndahkan dan dilecehkan guna menggembleng mental. Apa yang diungkapkan Mujiburrahman juga dibenarkanoleh George J. Aditjondro:
“Dalam kegiatan Kasbul itu bukan cuma indoktrinasi yang dilakukan, bahkan latihan fisik yang mendekati latihan militer juga diberikan. Di sana para kader dilatih menghadapi situasi jika diintrograsi oleh lawan. Bagaimana meloloskan diri dari tahanan, bagaimana survive dan sebagainya.”
Dalam Kasbul seseorang juga diuji kejujurannya. Sebagaimana dituturkan Mujiburrahman, cara pengujian ini dilakukan Pater Beek dengan cara meletakkan uang pada sebuah buku yang sering dibaca oleh peserta. Bila uang itu hilang, maka Pater Beek akan melakukan investigasi. Ia akan mencoba mengidentifikasikan siapa yang mengambil uang tersebut. Pertama-tama ia akan menanyai penjual dikompleks pelatihan itu. Apabila uang tidak ditransaksikan di tempat itu, maka ia menanyai orang-orang yang dicurigai. Dan setelah uang ditemukan, ia akan menghukum orang tersebut.
PENCAPRESAN JOKOWI
Sekarang, setelah Soeharto jatuh, dalam demokrasi terbuka, kader-kader Kasbul menyebar lagi. Mereka tentu akan terus terlibat dalam politik. Menjelang Pemilu 2014, mereka tentu mempunyai kepentingan untuk mendukung calon presiden tertentu.
Ajianto Dwi Nugroho, misalnya, kader Kasbul lulusan Fisipol UGM, belakangan ikut terlibat menggalang kekuatan untuk memajukan Jokowi sebagai presiden. Lewat lembaga yang dimilikinya yang sebagian stafnya alumni Kasbul, dia ikut momoles pencitraan Jokowi dalam berbagai media.
Kerja Ajianto Dwi Nugroho bisa dijadikan contoh bagaimana kader-kader Kasbul bekerja. Sewaktu mahasiswa, ia masuk dalam lingkaran pers mahasiswa UGM, Balairung. Sembari di Balairung ia mendekat pada gerakan mahasiswa semacam SMID (Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi) Yogyakarta dan Dewan Mahasiswa UGM. Walaupun agak terlambat, ia kemudian masuk menjadi anggota PRD pada tahun 1999.
Untuk survive ia sempat berpacaran dengan mahasiswi beragama Islam dan berkerudung, guna membiayai hidupnya. Dengan pelatihan yang diperoleh ketika mengikuti Kasbul, ia bisa mengambil peran dalam setiap perubahan politik yang ada. Itulah salah satu kelebihan kader-kader Kasbul.
Yang terbaru adalah ketika Jacob Soetoyo melalui jasa lobi Paus Fransicus kepada Presiden Obama dalam pertemuan mereka di Vatikan pada 27 Maret 2014 lalu. Paus meminta kesediaan Obama untuk mendesak kelompok kristen Indonesia melonggarkan kendali mereka terhadap Jokowi. Kelompok kristen Indonesia itu selama ini berkuasa atas diri Jokowi melalui peran James Riady yang juga merupakan anggota Arkansas Connection yang memiliki kaitan erat dengan penguasa Gedung Putih.
Atas restu Paus dan izin Obama, Jacob Soetoyo mempertemukan Jokowi dengan sejumlah duta besar di kediamannya, di bilangan Jakarta Selatan. Tidak tanggung-tanggung, Jacob mempertemuan Jokowi beserta Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan dubes-dubes negara “hiu.” Meski demikian, sejatinya, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia adalah sebagai tuan rumah pertemuan itu. Kediaman Dubes Vatikan tentu tidak mungkin digunakan menyambut para tamu agung itu karena akan merugikan posisi politik Jokowi di mata umat Islam Indonesia.
Jacob memang lebih dikenal sebagai pengusaha. Tapi, dalam konteks menjadi fasilitator pertemuan Jokowi-Mega dengan para duta besar tersebut, tentu kapasitasnya sebagai bagian dari CSIS (Centre for Strategic and International Studies).
Sudah banyak yang tahu bahwa CSIS merupakan lembaga pemikir orde baru yang memberikan masukan strategi ekonomi dan politik pada Soeharto. Tapi, yang belum banyak diketahui adalah hubungan CSIS dengan organisasi fundamentalis Katolik dengan Kasbul tadi.
Keberhasilan elit Katolik merebut kendali atas diri Jokowi, sayangnya ditumpangi oleh elit dan kader – kader eks partai komunis atau simpatisan PKI yang kebetulan di wilayah Surakarta, Klaten, Sragen, Sukoharjo dan Boyolali, banyak aktifis dan kader PKI yang menjadi penganut Katolik untuk menghindar dari penangkapan oleh aparat saat operasi pembersihan eks PKI dilancarkan di masa – masa awal orde baru. Mereka, para elit dan kader komunis ini kemudian menjadi penumpang gelap dalam tim sukses atau pendukung Jokowi di mana – mana terutama di Jawa Tengah dan Jakarta.